TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo Haryadi Sukamdani mengatakan sebenarnya swasta sudah siap menjual avtur di Indonesia. Namun dia mengatakan ada perusahaan Badan Usaha Milik Negara yang mengganjal rencana itu.
"Selama ini diganjel. Ada yang mengganjal dari pihak BUMN. Saya gak usah sebut namanya. AKR BP waktu itu sudah siap. Dijanjiin melulu. Katanya abis pilpres abis itu mundur sampai sekarang belum," kata Haryadi di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Jakarta, Jumat, 6 Desember 2019.
Menurut dia, jika swasta sudah masuk menjual avtur, maka akan tercipta kompetisi yang sehat. Hal itu, kata dia, akan berpengaruh pada harga yang lebih murah atau kompetitif.
"Kalau kompetitif kan. Bagus juga buat industri penerbangan," ujar dia.
Menurut dia, pembahasan di tingkat menteri soal swasta yang akan menjual avtur, sudah tidak ada masalah. Ditambah dia lebih optimistis dengan Erick Thohir yang menjadi Menteri BUMN.
"Memang diganjel kok mereka. bukan di kementerian teknis tapi BUMN," ujar dia.
Menurut dia, pembahasan mengenai swasta akan menjual avtur itu akan berlanjut pada tahun depan.
Sebelumnya Erick Thohir mempersilahkan perusahaan swasta untuk memasok avtur di dalam negeri. Hal itu, kata dia, agar terwujud harga avtur yang lebih bersaing.
"Saya rasa kan gini, Pertamina bisa memproduksi avtur, kalau swasta yang produksi avtur welcome saja. Yang tidak boleh cuma minta lisensi impor," kata Erick di Pasific Place Jakarta, Rabu, 4 Desember 2019.
Menurut Erick, perusahaan swasta itu harus memproduksi avtur di Indonesia dan tidak boleh meminta lisensi impor. Karena, jika impor diperbolehkan, justru akan memperbesar defisit neraca perdagangan migas.
"Akhirnya nanti kami-kami yang di BUMN atau di kementerian banyak ditugaskan menekan impor migas, tapi dipihak lainnya malah impor. Terus akhirnya kami yang di salahkan lagi," kata Erick.
Adapun sampai saat ini, pemasok avtur dari Sabang hingga Merauke hanya dilayani oleh PT Pertamina (Persero). Selain menjual avtur, BUMN itu juga menyediakan sendiri infrastruktur penyediaan avtur di bandara.
Di mata internasional, pasar penerbangan Indonesia masih prospektif seiring dengan tuntutan mobilitas jumlah penduduk yang terus tumbuh. Asosiasi Pengangkutan Udara Internasional (IATA) memperkirakan pada 2036 Indonesia akan mengangkut 250 juta pemakai jasa penerbangan per tahun dan menduduki posisi kelima dari 10 besar dunia pasar penumpang angkutan udara.
Kendari begitu, dia mengingatkan, saat ini Pertamina pada dasarnya telah mampu memproduksi avtur lebih efisien. Terutama dengan penerapan bahan bakar dengan campuran biodiesel 30 persen atau B30.
"Tinggal benar-benar mau tidak melakukannya. Karena jangan hanya shortcut sekedar hanya mencari keuntungan tapi akhirnya kembali merugikan secara keseluruhan konsep yang sedang dibangun oleh Bapak Presiden. Karenakan kita mau tekan impor migas itu," kata dia.
HENDARTYO HANGGI