TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Hariyadi Sukamdani menyambut gembira keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir mencopot I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra atau Ari Askhara dari kursi Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Menurut Hariyadi, dalam tanda kutip, Ari Askhara adalah salah satu biang penyebab harga tiket pesawat mahal.
"Ini terus terang, saya dengan adanya pergantian dirut Garuda ini, saya sebagai Ketua PHRI dari sektor pariwisata gembira banget. Kita yang komplain paling berat karena dia dalam tanda kutip penyebabnya. Dia menciptakan dalam tanda kutip palka kartel. Dia mendikte pasar, sampai Traveloka dipencet sama dia, segala macam, enggak fair lah," kata Hariyadi di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat, 6 Desember 2019.
Hariyadi mengatakan, akibatnya, sampai saat ini harga tiket pesawat masih tidak kompetitif. Hal itu kata dia, jika dibandingkan dengan rute yang sama di ASEAN maupun Eropa. "Sama-sama penerbangan 1 sampai 2 jam, kalau bicara LCC kita lebih mahal," kata dia.
Menurutnya, harga tiket pesawat mahal ini karana tidak ada kompetisi dalam industri penerbangan di Indonesia. Padahal, jika ada kompetitor, kata Hariyadi, harga tiket pesawat akan murah dengan sendirinya. "Enggak fair lah, rakyat dirugikan. Apalagi wilayah Timur sangat terganggu banget. Terjadi penurunan kunjungan traveler," ujar dia.
Hariyadi berharap, pengganti Ari Askhara di Garuda nanti akan membuat iklim bisnis penerbangan Indonesia menjadi kompetitif. "Dengan adanya Pak Erick akan banyak perubahan. Optimistis," kata dia.
Menteri BUMN Erick Thohir sebelumnya mengumumkan pencopotan Direktur Utama Garuda Indonesia Ari Ashkara lantaran terlibat kasus kargo gelap. "Saya sebagai Menteri BUMN akan berhentikan Dirut Garuda," katanya di kantor Kementerian Keuangan, Kamis 5 Desember 2019.
Ari diketahui menjadi pemilik kargo gelap berupa motor Harley Davidson yang diselundupkan dalam pesawat anyar Garuda yang baru dikirim dari Prancis menuju Jakarta. Aparat Bea dan Cukai Soekarno-Hatta menyita benda itu di hanggar Garuda Maintenance Facility pada 17 November lalu.