TEMPO.CO, Sleman - Ratusan warga di Desa Bokoharjo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengikuti sosialisasi rencana proyek tol Yogyakarta-Solo di Balai Desa Bokoharjo, Rabu 4 Desember 2019. Dalam sosialisasi tersebut, banyak warga di Dusun Jobohan dan Pelemsari yang terdampak pembangunan tol itu mempertanyakan kejelasan besaran nilai ganti untung atas lahan, bangunan, dan tanaman milik mereka yang tergusur proyek Tol Solo - Yogya tersebut.
"Ternyata sosialisasi hanya terkait dengan penjelasan teknis daerah mana saja yang bakal terlewati tol. Harapan kami sosialisasi tentang kejelasan ganti untung lahan dan bangunan," kata warga bernama Jobohan Abdul Qodir Zaini (30).
Beberapa warga mengaku kecewa dengan sosialisasi tersebut karena mereka berharap segera mengetahui berapa harga ganti untung untuk bidang tanah atau bangunan yang terdampak. "Saat sosialisasi tidak disampaikan secara gamblang terkait dengan besaran ganti untung," kata Jobohan.
Siti Handayani (60), warga Pelemsari, justru berharap seluruh bidang tanahnya bisa ikut dibeli pemerintah. Sebab, hanya sebagian dari 500 meter persegi tanah miliknya yang terkena proyek tol Solo - Yogya. "Kalau hanya sebagian yang kena, kelak tinggal di pinggir jalan, nanti bising bagaimana anak cucu saya," katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (Dispertaru) DIY Krido Suprayitno menegaskan bahwa pihaknya hanya melakukan sosialisasi untuk mempersiapkan konsultasi publik. Terkait dengan pertanyaan masyarakat tentang harga tanah, Krido menegaskan bahwa hal itu baru bisa dilakukan oleh tim appraisalsetelah terbit izin penetapan lokasi (penlok), termasuk pertanyaan kapan pembayarannya. "Masalah itu, kami masih belum bisa menjawab," katanya.
Menurut dia, sesuai undang-undang, penerbitan penlok maksimal 3 bulan, atau pada bulan Maret 2020 diharapka bisa terbit. "Hal itu membutuhkan konsistensi masyarakat. Setelah sosialisasi, kami memberikan waktu 2 minggu untuk melakukan sinkronisasi dan validasi data pemilik tanah dan bangunan, tolong dibantu," katanya.
Sebelumnya, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono angkat bicara soal proyek pembangunan tol Solo - Yogyakarta. Ia memperkirakan biaya pembangunan yang dibutuhkan untuk membangun jalan layang atau elevated bisa lebih besar sekitar 1,5 kali dibandingkan dengan biaya yang dibutuhkan untuk pembangunan jalan di atas tanah atau at grade.
Basuki menjelaskan dirinya sudah meminta agar proyek jalan tol Solo - Yogya yang berada di Yogyakarta tidak terlalu banyak membebaskan lahan. Pasalnya, lahan di daerah tersebut tidak banyak.
ANTARA