TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah menyiapkan sejumlah insentif untuk mendukung program campuran solar dengan minyak nabati atau biofuel. Mulai tahun depan, campuran minyak nabati sebesar 30 persen atau B30 akan diterapkan dan ditargetkan terus meningkat secara bertahap hingga B100.
Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi dan Alat Pertahanan Kementerian Perindustrian, Putu Juli Ardika, menyatakan salah satu insentif yang tengah disiapkan berupa keringanan pajak. Dia mengusulkan ada pengurangan Pajak Penjualan Barang Mewah atau PPnBM untuk kendaraan bermotor berbahan bakar biofuel atau flexi engine.
"Kalau kendaraan penumpang lain pajaknya di atas 15 persen, pajak kendaraan dengan flexi engine diberi 8 persen," katanya di Jakarta, Rabu 4 Desember 2019.
Pemerintah juga menyediakan dana untuk perusahaan yang bersedia melakukan penelitian pengembangan biofuel. Industri yang meneliti akan diberikan potongan pajak hingga 300 persen. "Nanti bisa ditagihkan biaya yang mereka keluarkan ke pemerintah," ujar dia.
Insentif itu akan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2013 tentang PPnBM. Di dalamnya juga diatur mengenai insentif untuk kendaraan listrik. Putu menuturkan, kebijakan ini kemungkinan baru akan efektif dua tahun mendatang saat kendaraan sudah dapat memenuhi standar emosi Euro 4.
Menurut Putu kebijakan ini dapat membantu produsen otomotif untuk terus mengembangkan kendaraan berbahan bakar biofuel. Usai penerapan B20 sejak 2018, pemerintah akan beralih ke B30 mulai 1 Januari 2020. Pemerintah telah menyatakan uji coba penggunaan B30 tak banyak menimbulkan masalah. Targetnya, pemerintah akan menerapkan B100 pada 2021 nanti.
Program biofuel ini menjadi salah satu tumpuan pemerintah untuk mencapai target bauran energi. Di sisi lain, biofuel dapat mengurangi konsumsi solar yang banyak diimpor pemerintah. Impor bahan bakar tersebut membuat neraca dagang minyak dan gas terus defisit. Tahun lalu, kinerja neraca dagang itu menjadi salah satu penyebab tingginya defisit transaksi berjalan yang mencapai US$ 31 miliar atau 2,98 persen dari Produk Domestik Bruto.