TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Badan Milik Negara Erick Thohir mengatakan terdapat BUMN yang beroperasi di luar bisnis utama atau core bisnis perusahaan. Seperti PT Pengembangan Armada Niaga Nasional (Persero) atau PT PANN yang berubah bisnisnya dari bisnis utama saat awal dibentuk.
Dia mengatakan PT PANN awalnya beroperasi sebagai perusahaan pembiayaan kapal, malah merambah ke kapal udara atau pesawat. "Jadi bukan kapal udara, nanti ada kapal yang lain, kapal-kapalan. Ini yang harus diperbaiki core bisnisnya, inilah yang harus di-merger atau ditutup, tidak bisa berdiri sendiri, semua terlalu banyak," kata Erick Thohir di Pasific Place, Jakarta, Rabu, 4 Desember 2019.
Erick Thohir mengatakan jika BUMN seperti itu ditutup atau di-merger, tetap akan memperhatikan perluasan penciptaan lapangan kerja. Karena, menurut dia, jika bisnis BUMN tersebut efektif sesuai bisnis utamanya akan membutuhkan tenaga kerja lebih luas.
Dia juga khawatir ada BUMN yang punya anak perusahaan hanya menggemukkan diri dan diisi kroni-kroni atau oknum.
Sebelumnya Erick Thohir membeberkan bahwa pendapatan pemerintah dari perusahaan pelat merah hanya bersumber dari 15 perseroan saja. Sebanyak 15 perusahaan itu menyumbang porsi 76 persen dari total pendapatan BUMN.
"Total profit yang dihasilkan perusahaan BUMN ialah Rp 210 triliun. Tapi 76 persen hanya berasal dari 15 perusahaan," ujar Erick Thohir saat ralat bersama Komisi VI DPR, Senin, 2 Desember 2019.
Padahal, saat ini terdapat 142 perusahaan pelat merah. Adapun menurut Erick Thohir, 15 perseroan penyumbang profit itu didominasi oleh perusahaan yang bergerak di sektor telekomunikasi, perbankan serta minyak dan gas.
Erick Thohir mengatakan temuan ini mesti diantisipasi ke depan. Sebab, selain jumlah perseroan yang menghasilkan untung terlampau minim, nasib jangka panjang dari sektor perusahaan pelat merah yang tercatat profit dipertanyakan. "Misalnya industri perbankan. Enggak tahu nasibnya 10-15 tahun mendatang karena sekarang berkembang e-payment," ujarnya.