Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Energi, Sumber Daya Alam, dan Lingkungan Hidup Kementerian Koordinator Perekonomian Montty Girianna menegaskan bahwa seluruh transaksi rampung pada November 2019. “Bulan ini dijadwalkan selesai rights issuedan pembelian saham Tuban Petro,” ujarnya, Rabu, 27 November lalu.
Pada sisi lain, pengembangan bisnis Tuban Petro ini juga menjadi pintu masuk menyelesaikan masalah lama di TPPI: gunungan utang. Hingga Desember 2018, utang TPPI mencapai US$ 888 juta. Angkanya terus meningkat hingga kini diperkirakan telah menembus US$ 1 miliar atau sekitar Rp 14 triliun pada Oktober lalu. Sebagian besar kepada Pertamina.
Sedekade terakhir, upaya restrukturisasi bukannya menemukan jalan keluar, tapi malah memantik perkara dugaan korupsi yang hingga kini belum kelar seiring dengan kaburnya pemilik lama perseroan, Honggo Wendratno. Belum tuntasnya masalah hukum itu pula yang membuat Pertamina tak masuk lebih dalam ke bisnis TPPI kendati didorong pemerintah sejak lima tahun lalu. Manajemen Pertamina bahkan sempat meminta pendapat hukum dari Kejaksaan Agung.
Titik terang datang pada 19 Oktober lalu. Presiden Joko Widodo meneken Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2019 yang mengkonversi piutang pemerintah senilai Rp 2,618 triliun kepada Tuban Petro menjadi penambahan penyertaan modal negara. Sejak saat itu, kepemilikan pemerintah lewat Kementerian Keuangan di Tuban Petro mencapai 95,9 persen. Sisanya tetap di tangan Honggo via PT Silakencana Tirtalestari.
Belakangan, dengan menyerap seluruh saham baru yang diterbitkan Tuban Petro, Pertamina kini menjadi penguasa anyar perseroan dengan kepemilikan 51 persen saham. Saham pemerintah dan Honggo terdilusi. Pertamina pun kini lebih percaya diri mengelola kilang aromatik TPPI di Tuban. “Ya (lebih aman),” kata Direktur Perencanaan, Investasi, dan Manajemen Risiko PT Pertamina Heru Setiawan di sela acara “Pertamina Energi Forum 2019” di Jakarta, Rabu, 27 November lalu.
Restrukturisasi induk Trans Pacific Petrochemical Indotama rampung dalam waktu relatif singkat. Kabinet baru bergerak cepat sebulan terakhir. Sepekan setelah pelantikan, Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengumpulkan para menteri bidang ekonomi di Istana Negara, Jakarta, untuk membahas pemanfaatan pabrik aromatik itu. Dalam rapat terbatas, Rabu, 30 Oktober lalu, Jokowi bahkan menyatakan keinginannya menjadikan area kilang TPPI sebagai kawasan industri. "Kita tetapkan saja yang Tuban itu, TPPI itu, menjadi kawasan petrokimia.”
Sepekan berikutnya, rapat koordinasi digeber di kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, kawasan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat. Menteri Airlangga Hartarto mengundang Sri Mulyani, Erick Thohir, Agus Gumiwang, juga Nicke Widyawati. Salah satu hal yang mereka bahas adalah peluang menjadikan TPPI perusahaan negara.
Di tengah masa pembahasan itulah sejumlah agenda di tingkat korporasi melesat. Pada Selasa, 5 November lalu, hari ketika rapat digelar di Kementerian Koordinator Perekonomian, Tuban Petro menggeber rapat umum pemegang saham luar biasa untuk menyetujui konversi surat utang menjadi penyertaan saham negara. Rapat yang sama pun memutuskan rencana penerbitan saham baru.
Tak berselang lama, pada pekan yang sama, pemegang saham Pertamina menyetujui revisi rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP) 2019. Perubahan RKAP diteken Menteri Erick sebagai keputusan sirkuler—keputusan pemegang saham tanpa penyelenggaraan rapat umum pemegang saham (RUPS). Keputusan ini membuka pintu bagi Pertamina untuk menuntaskan transaksi pembelian saham baru Tuban Petro.
Lebih lengkapnya simak di Majalah Tempo.