TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Mardani H. Maming mendukung protes Presiden Joko Widodo atau Jokowi terhadap diskriminasi produk kelapa sawit Indonesia yang dilakukan Uni Eropa.
“Pada prinsipnya, HIPMI mendukung protes Kepala Negara ini. Diskriminasi soal sawit memang tidak enak. Industri dan petani kita dirugikan. Harga anjlok,” ujar Maming dalam keterangannya hari ini, Sabtu, 30 November 2019.
Protes telah disampaikan Jokowi langsung ke delegasi Uni Eropa saat pertemuan digelar di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (28/11) lalu. Dalam protesnya, Jokowi menyebut Indonesia tidak akan tinggal diam menanggapi diskriminasi ini.
Jokowi juga menegaskan negosiasi terkait Indonesia-EU comprehensive economic partnership akan terus berjalan, dan persoalan kelapa sawit tetap menjadi bagian dari negosiasi itu.
Maming mengingatkan Uni Eropa agar melaksanakan cara-cara berdagang yang adil atau fair trade. Menurut dia, perdagangan harusnya ditentukan oleh daya saing produk dan jasa, bukan semata karena faktor politik dagang internasional.
“Kita tidak ingin ada udang dibalik batu, dalam setiap kebijakan negara-negara Uni Eropa soal sawit,” katanya.
Maming mengatakan, perdagangan yang adil semestinya mengandung asas resiprokal atau timbal-balik. Dia juga mengungkit tidak adanya larangan produk UE masuk ke Indonesia selama ini.
Menurutnya, sulit diterima akal jika produk sawit dipersulit untuk masuk ke UE. Maming juga mendukung program memperkuat pasar domestik, agar pasar alternatif siap menyerap produksi sawit untuk diolah menjadi biodiesel.
“Kita dukung penyerapan CPO dari B-20, B-30, hingga B-100. Sekaligus mengurangi ketergantungan kita akan bahan bakar minyak (BBM) impor yang masih sangat tinggi,” tuturnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan penurunan ekspor minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) ke beberapa negara di Eropa. Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, penurunan nilai ekspor kelapa sawit cukup signifikan di beberapa negara seperti Inggris sebesar 22 persen dan Belanda mencapai 39 persen.
Sementara negara lain yang mengalami penurunan nilai ekspor minyak kelapa sawit adalah Jerman, Italia, Spanyol, juga Rusia. "Ini terjadi karena ada negative campaign CPO dan pemerintah sudah mengantisipasi itu dengan membuat beberapa kebijakan," ujar Suhariyanto di Jakarta.
BISNIS