TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan atau OJK menyatakan pertumbuhan kredit pada Oktober 2019 hanya 6,53 persen. Sektor pertambangan dan penggalian menjadi penyebab utama fungsi intermediasi makin lamban.
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Slamet Edy Purnomo menyampaikan sektor pertambangan menunjukkan kinerja yang makin mengkhawatirkan pada akhir tahun ini.
"Kredit sektor lain masih tumbuh cukup positif. Tetapi sektor pertambangan turun 4 persen dan membuat pertumbuhan kerdit secara umum turun lagi," kata Edy dalam konferensi pers OJK di Jakarta, Jumat, 29 November 2019.
Edy menjelaskan, kondisi usaha sektor pertambangan cukup struktural, harga komoditas yang turun cukup drastis membuat kebutuhan kredit menjadi makin turun. Di samping itu, meskipun pada beberapa pekan terakhir mulai ada peningkatan harga, ketidaksiapan infrastruktur transportasi justru ikut menghambat momentum peningkatan kinerjanya.
"Memang supply chain transportasi dari hulu ke hilir sektor ini (pertambangan) juga belum baik," ucap Edy.
Penurunan kredit ini, menurut dia, juga langsung berdampak pada kualitas kredit bank umum. Meski demikian, OJK menilai penurunan yang terjadi masih dalam kondisi yang terukur.
Non Performing Loan (NPL) perbankan pada Oktober 2019 berada pada 2,73 persen, naik tipis dari bulan sebelumnya. "Namun, masih tergolong terkendali karena jauh dari ambang batas," kata Edy.
Sementara itu, likuiditas dan permodalan perbankan berada pada level yang memadai. Liquidity coverage ratio dan rasio alat likuid/non-core deposit masing-masing sebesar 199,14 persen dan 87,83 persen. Adapun rasio kecukupan modal perbankan (Capital Adequacy Ratio /CAR) tercatat sebesar 23,54 persen.
OJK menyatakan akan selalu memantau perkembangan ekonomi global dan berupaya memitigasi dampak kondisi yang unfavourable terhadap kinerja sektor jasa keuangan domestik terutama mengenai profil risiko likuiditas dan risiko kredit.
BISNIS