TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Generasi Optimis Research & Consulting (GORC) Frans Meroga Panggabean menyarankan pelaku usaha rintisan atau startup, khususnya mereka yang bergerak di bidang teknologi, untuk memperkuat modal sosial sebagai penguat hubungan ke masyarakat.
Dengan begitu, media sosial bisa dioptimalkan menjadi pendukung usaha, dan startup tak lagi terus-menerus melakukan promosi tanpa kontrol atau lazim disebut 'bakar uang'.
Frans mengatakan startup lokal mestinya belajar dari para pendahulunya yang terlebih dahulu sukses khususnya dari sisi penguatan modal sosial. “Sudah seyogyanya setiap usaha membawa dampak positif bagi masyarakat sekitar, di mana otomatis sebagai modal sosial yang kuat dalam ekosistem bisnis yang digeluti,” kata penulis buku berjudul The Ma’ruf Amin Way itu, Sabtu, 30 November 2019.
Oleh karena itu, Frans menilai ketimbang pelaku usaha rintisan melakukan promosi berlebihan yang hanya berorientasi untung semata, lebih baik mereka mulai merangkul para pelaku UMKM sebagai mitra penjual.
“Bukan malah menyebut mereka sebagai masyarakat receh. Daripada 'bakar uang' untuk promo, diskon, dan event alangkah lebih bermanfaat budget yang ada dipakai untuk program pemberdayaan UMKM mitra mereka,” kata Frans lagi yang juga Vice President Nasari Cooperative Group itu.
Menurut dia, strategi 'bakar uang' hanyalah akan menjadi lingkaran setan yang tidak akan pernah ada habisnya, hingga bahkan akan membawa usaha rintisan ke dalam kehancuran. Ia pun sempat memprediksi terjadinya bubble economic dalam usaha rintisan akibat tradisi 'bakar uang' sebagai strategis bisnis mereka.
Faktanya pun mulai terlihat, salah satunya ketika Raksasa Lippo Group memutuskan untuk melepas 70 persen sahamnya dalam OVO yang selama ini berada di bawah PT Multipolar Tbk, anak usaha Lippo Group sekaligus induk usaha OVO.
Frans mengatakan bahwa gejala tidak sehat akibat strategi bakar uang bisnis start-up sebenarnya sudah terlihat sejak 4 tahun terakhir. “Apa yang terjadi pada WeWork dan Uber secara global sebenarnya juga telah mengafirmasi risiko bagai bom waktu akan bubble ekonomi sebagai pemicu krisis,” katanya.
Oleh karena itu, Frans lebih menyarankan perusahaan-perusahaan yang beranjak besar itu untuk mengarahkan dan membina para pelaku UMKM untuk membentuk koperasi. Dengan begitu, para pengusaha selalu solid dalam kaidah kebersamaan musyawarah untuk mufakat.
“Perkuat mereka dengan penguasaan teknologi sehingga menjadi koperasi yang modern tapi tetap bermodal sosial kuat, karena berkoperasi itu keren," ujar Frans Meroga.
Para pengusaha rintisan yang telah sukses juga diminta mulai menyusun program pelatihan bagi para pelaku UMKM tersebut. “Dampingi mereka untuk meningkatkan mutu produk agar dapat bersaing dengan produk global," kata Frans.
Setelah itu, bila dimungkinkan, Frans menyarankan para pengusaha memberikan pinjaman sebagai tambahan modal. "Agar mereka dapat meningkatkan kelasnya sebagai pelaku UMKM," kata pria yang menjabat Ketua DPP Asosiasi Koperasi Simpan Pinjam Indonesia tersebut.
Lebih jauh Frans mengimbau semua pelaku startup memahami bahwa dalam penetrasi pasar yang terpenting adalah perkuat modal sosial dalam ekosistem bisnisnya.
ANTARA