TEMPO.CO, Jakarta - Badan Perencanaan Pembangunan Nasional atau Bappenas mencatat, pada 2018, sebanyak 12 persen masyarakat Indonesia belum dapat mengakses air minum layak. Kepala Sub-bidang Air Minum Direktorat Direktorat Perkotaan, Perumahan, dan Permukiman Bappenas Tirta Sutedjo mengatakan mayoritas di antaranya merupakan penduduk yang bermukim di wilayah timur.
"Saat ini memang baru 88 persen yang mengakses air minum layak. Paling banyak di daerah timur karena daerahnya kering," ujarnya di kantor Pusat Pendidikan dan Pelatihan Bappenas, Jakarta Pusat, Jumat, 29 November 2019.
Air minum layak adalah air yang berasal dari sumber terlindungi. Tirta mencontohkan pipa atau ledeng, ledeng eceran, kran umum, terminal air, mata air terlindungi, sumur pompa, dan sumur terlindungi.
Berdasarkan data yang dipaparkan, angka persentase masyarakat yang belum dapat mengakses air minum layak tidak bergerak sejak 2017. Sedangkan dibandingkan dengan 2016, persentase masyarakat yang memperoleh akses air minum layak hanya meningkat 1 persen.
Menurut Tirta, secara teknis, pembangunan pipa untuk akses air bersih di wilayah timur terkendala oleh jarak rumah yang terlampau jauh. Selain itu, keadaan tanah yang kering turut menjadi faktor penyebabnya.
Di sisi lain, pemerintah daerah acap tak memprioritaskan pembangunan pelayanan dasar seperti penyediaan sarana air bersih. Ia menilai pemda lebih berfokus membangun infrastruktur yang punya dampak terhadap daya ungkit ekonomi, seperti membangun jalan tol dan bandara.
"Kami sudah berusaha mengadvokasi peemrintah daerah untuk membangin infrastruktur air karena itu masuk dalam rencana pembangunan dalam 5 tahun mendatang," tuturnya.
Untuk mendesak penyediaan akses air minum layak, Tirta menyatakan pemerintah pusat telah menerapkan standar pelayanan minimal atau SPM. Kementerian Dalam Negeri nantinya bakal menilai pemenuhan SPM masing-masing daerah.