TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi kembai menyampaikan tekadnya memberantas mafia minyak dan gas bumi guna mengurangi impor BBM untuk memperkuat perekonomian Indonesia.
"Ada yang tidak mau diganggu impornya, baik minyak maupun LPG. Ini yang mau saya ganggu," kata Presiden dalam sambutannya saat acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia Tahun 2019 di Hotel Rafless, Jakarta, Kamis, 28 November 2019.
Pemerintah, kata Jokowi, juga ingin mencari energi baru dan terbarukan, salah satunya mengolah batu bara menjadi synthetic gas yang akan diproses menjadi dimethyl ether sebagai pengganti LPG. Ia menjelaskan penyebab pengembangan energi baru itu tidak kunjung dilakukan sejak lama karena ada pihak yang menguasai impor minyak dan gas.
Mantan gubernur DKI Jakarta itu juga menjelaskan penggunaan produk turunan minyak sawit sebagai biofuel juga terus dikembangkan. "Kalau ini dikerjakan, B20 berjalan dan sudah berjalan. Sebentar lagi Januari B30, masuk lagi B50 bisa berjalan, artinya impor minyak kita turun secara drastis. Sehingga urusan neraca perdagangan dan transaksi berjalan kita menjadi lebih baik," ujar Jokowi.
Pemerintah, menurut Jokowi, mengetahui pihak yang mendukung impor migas yang menyebabkan defisit neraca perdagangan.
"Seperti yang sudah saya sampaikan, kalau ada yang mau ganggu, pasti akan saya gigit orang itu. Nggak akan selesai kalau masalah ini tidak kita selesaikan," ucapnya.
Staf Khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Arya Sinulingga sebelumnya menjelaskan tugas yang diemban Basuki Tjahja Purnama atau Ahok sebagai Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) bukan untuk memberantas mafia migas. Mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut ternyata diminta berfokus mencari cara bagaimana bisa menurunkan ketergantungan Indonesia terhadap impor minyak dan gas (migas).
"Gini, bagaimana supaya BBM itu yang penting impor turun," kata Arya di Kementerian BUMN, Jakarta Pusat, 26 November 2019.
Arya mengungkapkan, dalam menurunkan impor migas itu bisa menggunakan berbagai macam cara, seperti pakai energi baru terbarukan (EBT). Selain itu, memanfaatkan B30 (atau 30 persen minyak sawit untuk solar), juga bisa mengurangi ketergantungan impor Indonesia.
Kemudian, Arya menjelaskan, Ahok juga ditargetkan untuk mengegolkan proyek pengembangan kilang minyak atau Refinery Development Master Plan alias RDMP. Seperti halnya Kilang Cilacap saat ini, kelanjutan proyek itu masih sumir. Kerja sama Pertamina dan Saudi Aramco yang dimulai empat tahun lalu pun belum ada kepastian.
"Pokoknya bagaimana turunkan impor BBM itu target untuk Pak Ahok. Kilang dibangun dan sebagainya itu bagian turunkan impor," ungkap Arya.
ANTARA | EKO WAHYUDI