TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 67,5 persen pejalan kaki di DKI Jakarta ternyata mengeluhkan kehadiran skuter listrik. Sebab, pengguna skuter listrik dinilai acap kali tidak tertib sehingga mengganggu dan mengancam pejalan kaki.
Temuan ini berdasarkan hasil survei lembaga Research Institute of Socio Economic Development atau RISED 2019, terhadap seribu pengguna jalan aktif di DKI Jakarta untuk kategori kenyamanan pejalan kaki.
Tidak tertibnya pengguna skuter listrik sendiri karena memang belum ada beleid yang mengatur tentang penggunaan kendaraan ini. Adapun hal ini menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi DKI Jakarta.
Direktur Rujak Center for Urban Studies Elisa Sutanudjaja mengatakan, keberadaan skuter listrik ini juga tidak menjawab kebutuhan masyarakat dalam hal mobilisasi. "Masyarakat pakainya bukan untuk transportasi tapi rekreasi untuk dapat keuntungan dan buat orang lain sengsara" ujar Elisa dalam diskusi di Hongkong Cafe, Jakarta Pusat, Kamis, 28 November 2019.
Terkait dengan aturan yang akan mengatur skuter listrik di DKI Jakarta, Elisa menyarankan untuk mengikuti beberapa kawasan di Australia dan Jerman yang sudah lebih dulu diterapkan.
"Di Perth penggunaan skuter listrik di kawasan tertutup, dan harus pakai helm. Di Berlin biaya sewanya mahal, ada tilangnya, enggak boleh naik berdua, enggak boleh mabuk juga. Itu bisa jadi referensi di sini," ujar Elisa.
MONICHA YUNIARTI SUKU