TEMPO.CO, Jakarta - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyarankan pemerintah untuk memanfaatkan perkembangan perusahaan rintisan atau startup demi mengejar target pertumbuhan ekonomi. Sebab, konsumsi dalam negeri saja dinilai tidak lagi dapat diandalkan sebagai mesin penggerak perekonomian.
"Kalau ingin pertumbuhannya tidak hanya 5 persen yang startup ini yang harusnya ditingkatkan," kata ekonom Indef, Bhima Yudhistira di Gedung RRI, Jakarta Pusat, Kamis 28 November 2019.
Bhima mengungkapkan, Indonesia mempunyai startup besar bahkan menduduki peringkat empat di dunia. Hal ini perlu dimanfaatkan untuk sesuatu yang produktif, agar bisa memunculkan pengusaha-pengusaha baru.
Namun Bhima menuturkan lonjakan startup ini perlu diwaspadai karena kebanyakan tenaga ahlinya dari luar negeri. Sehingga perlu didorong dengan pelatihan-pelatihan di kampus oleh startup mapan yang berkolaborasi dengan pemerintah. "Agar sumber daya manusia Indonesia bisa bersaing dengan asing."
Presiden Joko Widodo memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini hanya berada di kisaran 5,04-5,05 persen. Angka tersebut jauh berada di bawah target pemerintah yang mematok angka pertumbuhan ekonomi 2019 5,3 persen.
Walaupun pada tahun depan, dengan kondisi global yang diramalkan Bank Dunia dan IMF, kemungkinan angka tersebut bisa mengalami koreksi kembali.
"Saya kira pertumbuhan ekonomi kita tahun ini mungkin masih berada pada angka 5,04 atau 5,05 persen," ujar dia di Ballroom Ritz Carlton, Jakarta, Kamis, 28 November 2019.
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi sepanjang triwulan III 2019 sebesar 5,02 persen masih ditopang oleh konsumsi domestik. BPS mencatat, porsi konsumsi mencapai 56,28 persen, sedangkan investasi baru mencapai 32,32 persen.
EKO WAHYUDI l CAESAR AKBAR