TEMPO.CO, Jakarta - Bekas Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti berkomentar soal namanya kerap dilekatkan dengan aksi penenggelaman kapal. Padahal, ujar dia, penenggelaman kapal adalah keputusan pengadilan yang berdasarkan Undang-undang dan bukan kebijakannya semata.
"Saya heran kata-kata penenggelaman ini seolah menjadi kutukan bagi saya akhirnya. Padahal ini adalah sesuatu yang sangat bagus yang menyelesaikan masalah besar," kata Susi dalam diskusi di Balai Sarwono, Jakarta, Rabu, 27 November 2019.
Sebabnya, Susi menceritakan dulu belasan hingga puluhan ribu kapal illegal fishing terantau beroperasi di laut Indonesia. Bahkan kapal-kapal itu telah beroperasi di perairan Tanah Air hingga satu dekade lebih.
Dengan kondisi seperti itu, cara menghentikannya tak mudah. "Mau manggilin orang satu satu kan susah. Jadi panggil satu yang besar pengusaha Indonesia yang menjadi agen, lalu duta-duta besar. Kita katakan harus berhentikan atau ditenggelamkan," tutur Susi.
Meski demikian, Susi menegaskan kapal yang ditenggelamkan adalah kapal yang ketangkap mencuri setelah terbitnya aturan larangan bagi kapal ikan asing yang menangkap di Indonesia. "Saya rasa hingga hari ini (penenggelaman kapal) is the best way."
Belakangan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengatakan penenggelaman kapal bukanlah satu-satunya solusi dalam perkara penumpasan kapal illegal fishing. Meski, ia memastikan kebijakan penenggelaman kapal tidak dihentikan.
"Enggak ada penenggelaman dihentikan. Masak saya mau membiarkan pencuri-pencuri asing masuk," kata Edhy di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Selasa, 19 November 2019. Ia mengatakan penjaga laut Indonesia harus disegani oleh nelayan lokal dan ditakuti nelayan pencuri asing.
Edhy mengimbuhkan penenggelaman kapal adalah upaya menunjukkan ke dunia bahwa Indonesia tidak tidur dalam menjaga laut. Sehingga, ia siap melakukan penenggelaman apabila diperlukan.
"Intinya kalau mereka ketahuan nyuri terus lari ya kita tenggelamkan, kenapa harus takut gitu lho," tutur dia. "Cuma jangan membuat jargon tenggelamkan adalah segala-segalanya dalam mengatasi masalah negara ini, gitu lho."
Ia menyatakan ingin mengambil kebijakan yang menimbulkan efek jera, namun tetap ada manfaatnya bagi Tanah Air. Pembahasan soal nasib kapal terlantar dan kapal sitaan yang sudah inkracht dilakukan oleh Edhy bersama dengan Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan Jaksa Agung ST Burhanuddin beberapa waktu lalu.
Selepas rapat, ia mengatakan perlu ada pendalaman untuk kembali dibahas pada 10 Desember 2019. "Kami harapkan ini harus ada gunanya, harus ada manfaatnya apa, nanti beliau akan memutuskan kapal-kapal yang sudah inkracht arahnya mau digimanakan," tutur Edhy.
Salah satu pembahasannya, kata dia, kalau kapal itu akan dihibahkan akan seperti apa mekanismenya. Edhy mengatakan penerima hibah kapal itu masih dalam kajian. Adapun alternatif penerima hibah kapal antara lain nelayan, pemerintah daerah, atau sekolah-sekolah.
"Kami diminta untuk mengkaji dari sisi penerimanya. Dari sisi pelakunya. yang jelas memang ada aturan kalau hibahnya untuk di dalam negeri, di sisi kepemerintahan saja itu lebih mudah. Tapi kalau udah hibah harus ke luar, tergantung angka-angkanya lewat persetujuan dari tingkatan masing-masing," ujar dia.
CAESAR AKBAR