TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi menilai Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto tidak paham persoalan hulu masalah obat dan persoalan industri farmasi. Hal itu merespons wacana Terawan yang akan mengambil alih perizinan obat (pengawasan pra pasar), untuk menekan harga obat yang mahal.
"Masalah utama mahalnya harga obat jelas bukan masalah perizinan, tapi masalah bahan baku obat yang hampir 100 persen masih impor, dan rantai distribusi obat yang sangat panjang," kata Tulus dalam keterangan tertulis, Rabu, 27 November 2019.
Bahkan, kata dia, dugaan adanya mafia impor obat itulah pemicu mahalnya harga obat. "Jadi kalau Menkes ingin menekan harga obat ke level yang lebih murah, maka Menkes harus mendorong untuk mengurangi impor bahan baku obat," Tulus menambahkan.
Menurut dia, Menkes Terawan juga perlu membuka keran bahan baku industri obat agar bisa difasilitasi di Indonesia. "Masak kalah sama Thailand? Juga membuat distribusi obat bisa lebih sederhana. Bahkan memberantas adanya dugaan mafia impor bahan baku obat," kata dia.
Sebelumnya, Menteri Terawan menginstruksikan agar Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan tak membuat regulasi yang menghambat perizinan obat. "Kuncinya di Dirjen Farmasi. Misalnya satu hari bisa, ya jangan lama-lama. Makin cepat bikin izin edarnya, makin lama duduk sebagai Dirjen," katanya di Kantor Kementerian Kesehatan Jakarta, Senin, 25 November 2019.
Pernyataan Terawan menindaklanjuti rencananya memangkas proses izin edar obat termasuk obat tradisional menjadi lebih cepat. Tujuannya, agar harga obat yang beredar di pasaran yang mahal bisa turun.
HENDARTYO HANGGI | ANTARA