TEMPO.CO, Jakarta - Isu radikalisme dan terorisme dinilai dapat mempengaruhi aliran investasi langsung dari luar negeri (Foreign Direct Investment/FDI) masuk ke Indonesia. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Staf Kepresidenan Jenderal (Purn) Moeldoko saat ditemui di Jakarta pada Selasa, 26 November 2019.
Menurutnya, isu radikalisme dan terorisme merupakan salah satu hal yang menjadi pertimbangan calon investor asing untuk masuk ke Indonesia. Mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) ini juga tidak memungkiri, sejumlah peristiwa radikalisme dan terorisme menurunkan tingkat kepastian investasi di Indonesia.
"Tentunya mereka (investor) akan takut menanamkan modalnya di Indonesia kalau negara kita kurang aman," katanya.
Meski demikian, pemerintah terus berupaya untuk menumpas gerakan-gerakan yang mengganggu masuknya aliran modal ke Indonesia. Upaya-upaya tersebut, lanjutnya, tidak hanya dilakukan dari sisi keamanan saja.
Moeldoko melanjutkan, upaya deradikalisme saat ini dilakukan dengan lebih holistik. Pendekatan dari sisi kesejahteraan, kesehatan, sosial, hingga pendidikan dilakukan sejalan agar mendapat hasil yang optimal.
Berdasarkan data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi langsung pada kuartal III/2019 mencapai Rp 205,7 triliun. Perolehan ini mengalami kenaikan 18,4 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu Rp 173,8 triliun.
Sementara itu, realisasi Penanaman modal dalam negeri (PMDN) naik 18,9 persen menjadi Rp 100,7 triliun. Adapun penanaman modal asing (PMA) naik 17,8 persen menjadi Rp 105 triliun.
Ditemui pada saat yang sama, Kepala Ekonom DBS Indonesia Masyita Crystalin mengatakan, isu radikalisme dan terorisme sudah pasti menjadi pertimbangan investor. Meski begitu, kedua hal tersebut juga ditambah dengan beragam pertimbangan lain dari berbagai sektor.
Ia juga mengatakan, semua negara berkembang pasti memiliki country risk terkait investasi, termasuk Indonesia. Meski demikian, ia menilai prospek berinvestasi di Indonesia masih jauh lebih atraktif dibandingkan dengan negara berkembang lainnya.
"Dari sisi imbal hasil, kita masih cukup tinggi bila dibandingkan dengan negara-negara lain yang hampir tidak ada. Selain itu, populasi Indonesia juga tengah bertumbuh dan menikmati bonus demografi yang akan menaikkan kegiatan ekonomi secara signifikan," ujarnya.