TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah pedagang ITC Roxy Mas, Jakarta Pusat, pada hari ini melancarkan protes dalam acara sosialisasi aturan International Mobile Equipment Identity alias IMEI ponsel. Protes datang karena pedagang merasa dirugikan dengan adanya aturan yang mulai berlaku 18 April 2020 tersebut.
"Saya tidak puas kalau pemerintah tidak mampu menjawab persoalan kami," kata salah seorang pedagang, Syarif, dalam acara sosialisasi pada Selasa, 26 November 2019.
Persoalannya, pedagang harus menjual semua ponsel ilegal sebelum 18 April 2020. Lalu, pembeli pun harus langsung mengaktifkannya. Jika lewat batas, maka ponsel tidak akan bisa digunakan sama sekali.
Solusi lain, pedagang harus mendaftarkan sendiri satu per satu stok ponsel ilegal di toko mereka ke laman imei.kemenperin.go.id. Untuk mendaftar, kemasan ponsel ilegal terpaksa harus dibongkar. Sebab, nomor untuk registaris IMEI ada di dalam ponsel, bukan di kemasan.
Syarif menilai proses ini sangat merugikan pedagang. Sebab, akan ada potensi ponsel ilegal yang tidak terjual, lalu menjadi stok terbuang di toko mereka. "Kalau kerugian kami ini tidak dijawab, saya minta sampaikan ke pimpinan," kata dia kepada pejabat pemerintah yang hadir.
Sosialisasi dihadiri pejabat di tiga kementerian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Ketiga kementerian ini juga yang menerbitkan aturan IMEI pada 18 Oktober 2019.
Pedagang lain, Nyongki, meminta pemerintah untuk mempertimbangkan ulang aturan ini. Menurut dia, dampaknya akan sangat dirasakan oleh oleh pedagang kecil. "Yang di sini (ITC Roxy Mas) mungkin sudah tahu aturannya, tapi yang lain belum," kata dia.
Protes tak hanya datang dari pedagang ritel, tapi juga produsen. Legal Services Center ponsel Oppo Indonesia, Leidy Ancella Pangau, meyakini aturan ini akan membuat konsumen banyak bertanya ke penjual, seperti Oppo. Meski, ponsel yang mereka jual sepenuhnya legal.
Selama ini, kata Leidy, pusat layanan informasi dari pemerintah terkait masalah di bidang layanan telekomunikasi belum cepat tanggap. Untuk itu, ia meminta ada lokasi khusus yang bisa didatangi Oppo Indonesia jika ada masalah pelanggan yang harus ditindaklanjuti. "Kami ingin begitu, karena pelanggan ingin 2 3 hari selesai masalah mereka," kata Leidy.
Direktur Pengawasan Barang Beredar dan Jasa Kemendag Ojak Simon Manurung mendengar langsung protes para pedagang. Tapi, aturan harus diberlakukan. "Kalau setelah 18 April 2020 masih menjual ponsel ilegal, maka akan ada sanksi sampai pencabutan izin usaha," kata dia.
Sementara, perwakilan dari Direktorat Standarisasi Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Kominfo, Dimas Yanuarsyah, menerima masukan Leidy dari Oppo Indonesia soal pusat layanan informasi. "Nanti akan segera dibuat, di mall dan kantor pemerintah," kata dia.