TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Indonesia saat ini tengah mengejar target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen sepanjang tahun 2019. Meski begitu, proyeksi pertumbuhan ekonomi terganjal berbagai tantangan termasuk pelambatan ekonomi dunia, perang dagang hingga harga komoditas yang masih fluktuatif.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan untuk mencapai target itu, pemerintah fokus pada strategi menciptakan iklim investasi yang mendukung. Salah satunya, dengan menggenjot berbagai kebijakan percepatan regulasi yang mendukung investasi satunya omnibus laws.
"Investasi sangat kritikal, dan Presiden Jokowi melihat hal ini sebagai titik awal yang perlu diperhatikan. Sebab, ekonomi tidak bisa tumbuh di atas 7 persen jika hanya memanfaatkan dana pemerintah saja," kata Sri Mulyani dalam acara FT-AAIB Summit 2019 di Grand Hyaat, Jakarta Pusat, Selasa 26 November 2019.
Menurut Sri Mulyani, pemerintah memiliki target untuk mencapai pertumbuhan ekonomi minimal 7 persen. Adapun saat ini pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berada pada level sekitar 5 persen. Sepanjang triwulan III 2019, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,02 persen.
Bendahara Negara ini juga menjelaskan, pertumbuhan investasi di Indonesia memang cenderung stagnan diangka 5-7 persen, khususnya pascakrisis finansial global pada 2008. Karenanya, pertumbuhan investasi perlu menjadi perhatian pemerintah.
Sri Mulyani menuturkan, pertumbuhan investasi tersebut tidak hanya harus sehat tetapi juga berkelanjutan. Selain itu, untuk mendukung pertumbuhan investasi, pemerintah tak hanya bergantung pada perbaikan regulasi. Tetapi harus diikuti dengan reformasi kebijakan yang lebih struktural.
"Inilah yang menjadi dasar untuk mencapai pertumbuhan investasi dan ekonomi. Pemerintah Indonesia akan melakukan reformasi kebijakan investasi dan area ini jadi perhatian Presiden Jokowi," ujar Sri Mulyani.
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi sepanjang triwulan III 2019 sebesar 5,02 persen masih ditopang oleh konsumsi domestik. BPS mencatat, porsi konsumsi mencapai 56,28 persen, sedangkan investasi baru mencapai 32,32 persen.
Lebih lanjut, kata Sri Mulyani, pemerintah juga akan fokus untuk memperbaiki neraca pembayaran. Sebab, setiap ekonomi domestik tumbuh, tren kondisi current account deficit (CAD) selalu ikut meningkat, akibat dari defisit akibat impor minyak dan gas (migas).
Karenanya, diharapkan dengan adanya investasi di sektor energi, termasuk migas bisa membantu neraca pembayaran untuk tetap tumbuh. Dan pada saat bersamaan ikut menekan angka defisit. Saat ini, Indonesia telah memiliki banyak sekali jenis investasi di sektor energi, terutama investasi di sektor energi baru terbarukan atau renewable energy, yang masih perlu untuk dikembangkan.