TEMPO.CO, Jakarta - Realisasi megaproyek 35.000 MW belum bertambah signifikan padahal sejumlah pembangkit besar yang masuk dalam proyek tersebut telah rampung. Berdasarkan data PLN, hingga Oktober 2019, dari 35.516 MW pembangkit yang masuk dalam megaproyek tersebut, baru sebanyak 11 persen alias 3.946 MW pembangkit yang baru beroperasi komersial (commercial operation date/COD).
Sisanya, sebanyak 65 persen atau 23.129,8 MW masih melakukan konstruksi, 20 persen atau 6.877,6 MW masih melakukan penyelesaian pendanaan (finnacial closing), 2 persen atau 829 MW sedang pengadaan, dan 2 persen atau 734 MW sedang tahap perencanaan.
Baca juga:
"Kita lagi mengevaluasi, menganalisis kenapa terjadi seperti itu, untuk menyampaikan analisis ke depannya, baru pendahuluan saja, ngobrol-ngobrol," kata Rida Mulyana Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM kepada Bisnis, Senin 25 November 2019.
Rida mengatakan realisasi pertumbuhan ekonomi yang tidak sesuai dengan target awal saat megaproyek ini dicanangkan menjadi salah satu batu sandungan. Pertumbuhan ekonomi yang tidak sesuai target ini juga diikuti dengan pertumbuhan konsumsi listrik yang rendah.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III/2019 adalah sebesar 5,02 persen. Sedangkan pertumbuhan penjualan listrik PLN hingga Oktober 2019 adalah sebesar 4,15 persen.
Menurut Rida, seharusnya ada elastitas pertumbuhan konsumsi listrik yakni pertumbuhan konsumsi listrik lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi yakni setidaknya sebesar 1,1 persen hingga 1,2 persen. Namun, dalam kenyataannya, pertumbuhan penjualan listrik PLN justru berkontraksi yakni berada dibawah pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan catatan Bisnis, dua pembangkit besar yang seharusnya masuk pada sistem kelistrikan di Indonesia adalah pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Jawa-7 dan PLTU Jawa-8 yang masing-masing berkapasitas 1.000 MW. Kedua proyek tersebut telah selesai melakukan konstruksi tetapi hingga saat ini belum juga COD dan masuk ke dalam sistem kelistrikan.