TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi tengah melobi Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan PT Pertamina (persero) untuk meredam harga avtur yang dianggap terlampau tinggi, sehingga memicu lonjakan tarif penerbangan. Pembahasan itu dikejar waktu karena volume permintaan jasa udara bakal melonjak pada periode liburan akhir tahun nanti.
"Kami sudah mengundang mereka untuk review, dan meminta rebalancing (penyesuaian) harga," ucapnya dalam rapat kerja di gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Jakarta, Senin 25 November 2019.
Baca Juga:
Menurut dia, tarif avtur di Jakarta sudah lebih tinggi 25 persen dibandingkan di Singapura. Padahal, porsi pembiayaan bahan bakar masih sebesar 40 persen dari struktur biaya operasi maskapai. Demi efisiensi, maskapai akhirnya membagi beban tersebut ke dalam perhitungan tarif tiket.
Tekanan biaya operasi pun sempat memaksa operator memangkas rute ke wilayah perintis di kawasan timur Indonesia. Jalur terpencil itu sebelumnya ditanggung dengan subsidi silang dari keuntungan di rute pada. "Kami mencari solusi mengingat pada Natal dan Tahun Baru banyak yang ingin berpergian dengan pesawat," ujarnya.
Kementerian pun meminta pemerintah daerah memperjelas informasi terkait tingkat permintaan alias demand di rute sepi. Beberapa pulau di Sulawesi Utara, Budi mencontohkan, sempat berhenti diterbangi maskapai karena kondisi pasar yang tidak jelas. "Pemda harus memastikan sharing penumpang. di sana setidaknya 20-30 persen sehingga operator tak cemas."
Adapun Direktur Pemasaran Korporat Pertamina, Basuki Trikora Putra, mengatakan harga produk perusahaannya selalu merujuk pada harga minyak Mean of Platts Singapore (MOPS). Perubahan harga, ujarnya, selalu dipublikasi dua kali sebulan dan disepakati oleh para pembeli, termasuk maskapai.
Pertamina menyetok bahan bakar pesawat di 65 bandara, baik di rute domestik maupun internasional. Sebanyak 81 persen avtur dipakai untuk kebutuhan rute domestik dan sisanya untuk rute asing. "MOPS dipublikasi lembaga di Singapura untuk menentukan harga produk. Itu dipakai negara- negara Asia Tenggara dan bahkan jado acuan hingga ke Jepang," katanya.