TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Pertamina, Fajriyah Usman, menegaskan penunjukan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebagai Komisaris Utama merupakan hak pemerintah sebagai pemegang saham. Pernyataan ini disampaikan terkait adanya penolakan dari Serikat Pekerja Pertamina terhadap keberadaan Ahok.
Namun, manajemen Pertamina berjanji akan segera membicarakan ini dengan para pekerja yang menolak. "Kami masih komunikasikan," kata dia usai Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Pertamina di Kementerian BUMN, Jakarta Pusat, Senin, 25 November 2019.
Sepertu kebiasaan selama ini, Ahok dan pejabat baru Pertamina akan bertemu dan dikenalkan ke para pekerja, termasuk yang kemarin menolak. Fajriyah belum merinci kapan pengenalan itu akan dilakukan. "Pasti akan ada, ketika waktunya siap, biasa itu di setiap proses pergantian," kata dia.
Sebelumnya, Presiden Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) Arie Gumilar terang-terangan menolak Ahok menjabat sebagai bos Pertamina. Ahok sendiri dikabarkan akan menjadi calon kuat Komisaris Utama PT Pertamina Persero menggantikan Tanri Abeng pada akhir November nanti.
Dalam pesan pendek kepada Tempo, Arie menyatakan Ahok adalah tokoh yang kesohor kerap membuat kegaduhan. "Kami semua tahu bagaimana track record sikap dan prilaku yang bersangkutan, yang selalu membuat keributan dan kegaduhan di mana mana, bahkan sering kali berkata kotor," katanya, Jumat petang.
Arie khawatir karakter Ahok yang menggebu-gebu ini akan berdampak pada organisasi Pertamina. Ia juga was-was ke depan hal ini bakal mempengaruhi distribusi energi dan pelayanan BBM kepada masyarakat.
Ahok yang hari ini menerima Surat Keputusan (SK) sebagai Komisaris Utama Pertamina merespon santai penolakan dari Serikat Pekerja. Ahok menganggap orang-orang yang menolak dirinya karena belum mengenal secara mendalam.
"Ya dia belum kenal saya, kan. Dia enggak tau saya udah lulusan S3 dari Mako Brimob," ujar Ahok di Kementerian BUMN sebelum mengikuti RUPS bersama Fajriyah.