TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Abra P.G Talattov menilai Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok tidak cocok menjadi Komisaris Utama PT Pertamina. Sebab, Ahok lebih banyak berkarir di birokrasi, ketimbang korporasi.
“Tapi sekarang rasanya, karena sudah ditunjuk,” kata Abra saat dihubungi di Jakarta, Minggu, 24 November 2019. Sehingga, kata Abra, sekarang saatnya bagi Ahok untuk membuktikan kinerjanya di Pertamina.
Penunjukan Ahok sebagai komisaris sebelumnya diumumkan Menteri BUMN Erick Thohir pada Sabtu, 23 November 2019. “Saya rasa bagian terpenting adalah bagaimana target-target Pertamina bisa tercapai, bagaimana mengurangi impor migas bisa tercapai. Kita perlu figur pendobrak supaya ini semua sesuai target,” ujar Erick memberi alasan penunjukkan Ahok.
Menurut Abra, ada sejumlah pekerjaan rumah yang harus diselesaikan segera oleh Ahok. Pertama soal penolakan Serikat Pekerja (SP) Pertamina. “Ia harus mengajak pekerja internal supaya bisa satu frekuensi,” kata dia.
Kedua, Ahok juga harus memastikan tidak ada konflik kepentingan di dirinya karena menjadi kader PDI Perjuangan. Tujuannya agar kebijakan-kebijakan yang dihasilkan Direksi Pertamina nantinya, tidak dianggap mengandung unsur politik.
Ketiga, Ahok diharapkan bisa menindaklanjuti hasil temuan dari Tim Anti Mafia Migas yang dulu sempat dibentuk. Pertamina diharapkan bisa membuktikan, apakah masih ada mafia di tubuh BUMN tersebut atau tidak. “Sebagai komisaris, Ahok kan bisa mendorong direksi,” kata dia.
Keempat yaitu mendorong percepatan pembangunan kilang minyak. Abra mengingatkan bahwa tugas utama yaitu memperbaiki defisit perdagangan migas yang terus melebar. “Jadi Ahok harus banyak diskusi dengan stakeholder terkait,” kata dia.