TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir meminta kelompok yang menolak Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebagai Komisaris Utama Pertamina tidak buru-buru menghakimi mantan gubernur DKI Jakarta. Ia meminta mereka memberikan waktu bagi Ahok untuk membuktikan kinerjanya dulu.
"Kasih kesempatan bekerja dan lihat hasilnya. Kadang-kadang kita su'uzon orang ini begini, begini, tanpa melihat hasil," katanya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat, 22 November 2019.
Penolakan Ahok datang dari Presiden Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersama (FSPPB), Arie Gumilar. Dalam pesan pendek kepada Tempo, Arie menyatakan Ahok adalah tokoh yang kesohor kerap membuat kegaduhan.
"Kami semua tahu bagaimana track record sikap dan prilaku yang bersangkutan, yang selalu membuat keributan dan kegaduhan di mana mana, bahkan sering kali berkata kotor," katanya, 15 November 2019.
Erick mengatakan ada pekerjaan rumah besar yang harus dibenahi Ahok sebagai Komisaris Utama Pertamina. "Bagaimana mengurangi impor migas harus tercapai, ya, bukan berarti antiimpor tapi mengurangi," ujarnya.
Menurut Erick, sosok Ahok dibutuhkan dalam rangka memenuhi target pembangunan kilang-kilang minyak. Target ini, kata dia, amat berat sehingga tidak bisa dibebankan seluruhnya pada direktur utama melainkan butuh sokongan dari jajaran komisaris.
"Karena itulah kenapa kemarin kami juga ingin orang yang pendobrak. Pendobrak bukan marah-marah, saya rasa Pak Basuki berbeda, Pak Ahok berbeda, kami perlu figur pendobrak supaya ini sesuai dengan target," ucap Erick.
Sementara itu, Erick menyampaikan Ahok harus mundur sebagai kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dalam rangka menjaga independensi BUMN. "Semua nama yang diajak bicara kami kasih tahu dari awal karena independensi dari BUMN sangat dipentingkan. Insya Allah orang yang punya itikad baik tau risiko mengabdi untuk negara," katanya.