TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Riset Infovesta Utama, Wawan Hendrayana, mengatakan instrumen surat berharga negara (SBN) dan SBN ritel semakin menarik di tahun depan. Pasalnya pada tahun depan, masih terdapat peluang pemangkasan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia.
Adapun, kemarin Bank Indonesia telah menahan suku bunga acuan di level 5 persen setelah melakukan pemangkasan sebanyak empat kali dengan bobot total 100 basis poin sejak Juli hingga Oktober.
"Suku bunga di tahun depan bakal berada di level 4,5 persen hingga 4,75 persen," kata dia kepada Bisnis, yang dilansir pada Jumat 22 November 2019.
Karena itu, dia menuturkan deposito bakal semakin tertinggal karena bunga yang ditawarkan akan semakin kecil sementara itu terdapat bobot pajak 20 persen yang harus ditanggung.
Wawan menyebut pemerintah masih tetap menggantungkan nasib kepada instrumen SBN untuk menutup defisit anggaran.
“Dengan demikian SBN menjadi alternatif instrumen yang aman dan imbal hasilnya di atas deposito. Demand untuk SBN akan selalu ada,” ujarnya.
Bila pasar SBN bakal langsung tergerak akibat penurunan suku bunga acuan, pada instrumen SBN ritel, Pemerintah tetap perlu menawarkan kupon yang sesuai dengan ekspektasi investor ritel.
Pemerintah mengumpulkan lebih dari Rp49,78 triliun atau 97,26 persen dari nilai SBN ritel jatuh tempo di tahun ini yakni Rp51,2 triliun.
Meskipun selisihnya tipis bila dibandingkan dengan nilai SBN ritel jatuh tempo, capaian ini belum memenuhi target Pemerintah yakni di kisaran Rp60 triliun hingga Rp80 triliun.
Di sisi lain, bila dibandingkan dengan penawaran SBN ritel tahun lalu, capaian di tahun ini cukup positif secara nominal dan frekuensi. Perinciannya, pada tahun lalu Pemerintah mendapatkan Rp46,01 triliun dari lima kali penerbitan SBN ritel atau 81 persen dari nilai SBN ritel jatuh tempo kala itu yakni Rp56,8 triliun
Data penyerapan instrumen ritel tergolong mini bila dilihat dari potret kepemilikan SBN domestik berdasarkan kepemilikannya. Investor ritel atau individu baru mewakili 3 persen dari total SBN beredar yakni Rp2.741,29 triliun atau Rp82,15 triliun seperti yang tercatat laman Direktorat Jenderal Pengelola Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) per 19 November 2019.
Porsi investor individu memang timpang bila dibandingkan dengan investor asing memiliki modal jumbo yang kini memiliki Rp1.066,67 triliun atau 38,91 persen dari total SBN beredar.