TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menilai peluang Bank Indonesia atau BI untuk menurunkan suku bunga masih cukup terbuka. Salah satu pertimbangannya ialah tren penurunan inflasi.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Oktober 2019 mencatat angka inflasi sebesar 3,13 persen (yoy). Angka ini masih berada pada kisaran target yang ditetapkan oleh Pemerintah dan BI sebesar 2,5 hingga 4,5 persen pada 2019.
Selain itu, stabilitas rupiah terhadap dolar AS masih terjaga pada kisaran Rp 14.000 per dolar AS. Faktor-faktor tersebut juga didukung oleh suku bunga yang ditetapkan BI saat ini sebesar 5 persen masih cukup tinggi dibandingkan dengan negara lain seperti Filipina sebesar 4 persen, Malaysia sebesar 3 persen, dan Thailand sebesar 1,5 persen.
"Demikian pula halnya secara riil. Suku bunga rill di Indonesia masih menarik dibandingkan dengan Thailand dan Taiwan, dan sama menariknya dengan Malaysia," kata Airlangga seperti dikutip dari siaran pers, Kamis, 21 November 2019.
Secara umum, kata Airlangga, pemerintah mendukung keputusan Bank Indonesia mempertahankan suku bunga kebijakan BI 7 Days Repo Rate (RR) pada level 5 persen. Hal ini dinilai tepat mengingat masih tingginya risiko global.
Menurut Airlangga, keputusan BI dinilai sudah tepat mengingat tekanan dari sektor eksternal masih cukup besar. Hal ini utamanya berasal dari tingginya risiko global seiring masih adanya ketidakpastian dari kesepakatan dagang antara Cina dan AS.
Meski tekanan inflasi di dalam negeri menunjukkan tren menurun dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berada pada level yang relatif stabil, Airlangga mengatakan BI kemungkinan masih memandang risiko eksternal masih cukup tinggi. Selain itu, berlarut-larutnya proses keluarnya Inggris dari Eropa (Brexit) juga menambah ketidakpastian tersebut.