INFO BISNIS — Tempo kembali mengadakan acara Ngobrol@TEMPO bertema e-commerce atau bisnis online. Acara bertajuk “Peran E-Commerce dalam Mendorong Peningkatan Industri Pembayaran Digital” ini digelar Rabu, 20 November 2019 di Ruang & Tempo, Gedung Tempo Media, Palmerah.
Faktanya, beberapa tahun terakhir, berbagai platform e-commerce bermunculan di Tanah Air. Bank Indonesia bahkan menyebutkan bahwa pada 2019, jumlah transaksi e-commerce per bulannya mencapai Rp 11–13 triliun.
Berdasarkan prediksi McKinsey, pertumbuhan e-commerce di Indonesia meningkat delapan kali lipat dari total belanja online senilai US$8 miliar pada 2017 menjadi US$ 55 miliar hingga US$ 65 miliar pada 2020.
Semakin berkembangnya pasar e-commerce ini, turut mengubah gaya hidup masyarakat dalam sistem pembayaran. Hal ini dapat terlihat dari beberapa e-commerce yang paling diminati oleh pengguna seperti Shopee dan Tokopedia.
Dalam setiap transaksi, terbukti pembayaran elektronik semakin meningkat saat belanja online. Data Survei Perilaku Belanja Online 2019 yang dirilis Pusat Data dan Analisa Tempo (PDAT) juga menunjukkan saat ini pembayaran secara elektronik lebih banyak diminati.
Walaupun belanja dilakukan secara offline, seperti di pusat perbelanjaan, tetapi sebagian besar (70 persen) responden melakukan pembayaran secara elektronik. Pembayaran elektronik diminati baik oleh laki-laki maupun perempuan dan di semua kelompok usia.
Awareness masyarakat terhadap keberadaan e-commerce pun sudah cukup tinggi. Tingkat awareness kunjungan dan pembelian yang tinggi pada e-commerce telah mendorong pada cara pembayaran secara elektronik.
Saat ini jenis pembayaran yang paling banyak dilakukan ketika belanja online adalah dengan cara transfer uang melalui internet banking atau mobile banking (37 persen). Cara ini telah menggeser cara transfer melalui ATM (20 persen).
Sementara itu, uang elektronik berada di urutan ketiga sebagai alat pembayaran ketika berbelanja di e-commerce.
Kebiasaan ini menunjukkan bahwa konsumen telah memanfaatkan sistem pembayaran non-tunai dalam transaksinya. Hal ini tentunya membuka peluang layanan keuangan berbasis teknologi untuk terus berkembang di Indonesia, salah satunya industri pembayaran digital.
Uang elektronik pun diprediksi akan semakin banyak diminati dalam setahun mendatang dan menggeser cara transfer melalui internet banking atau mobile banking yang saat ini paling banyak dilakukan.
Pemanfaatan sistem pembayaran digital pun mendukung masyarakat dalam menggunakan transportasi online, parkir, membayar tol, membeli makanan hingga transaksi di berbagai e-commerce. Tentu ada banyak aspek dan pihak yang terlibat di dalamnya, sehingga perlu diketahui publik.
Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan dan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Pungky P Wibowo mengatakan pemerintah akan memastikan arus digitalisasi berkembang dalam ekosistem ekonomi dan keuangan digital yang kondusif. Untuk itu, BI telah menetapkan lima visi Sistem Pembayaran Indonesia (SPI) 2025.
“Visi ini merupakan respons atas perkembangan digitalisasi yang mengubah lanskap risiko, yaitu meningkatnya ancaman siber, persaingan monopolistik, dan shadow banking yang dapat mengurangi efektivitas pengendalian moneter, stabilitas sistem keuangan, dan kelancaran sistem pembayaran,” ujarnya.
Visi SPI 2025 ini akan diwujudkan melalui lima inisiatif, baik yang akan diimplementasikan secara langsung oleh Bank Indonesia sesuai tugas dan kewenangannya, maupun diimplementasikan melalui kolaborasi dan koordinasi yang produktif dengan Kementerian dan Lembaga terkait serta industri.
Kemudian, dari Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech), Mercy Simorangkir, mengatakan dalam beberapa tahun belakangan pertumbuhan e-commerce mengalami pertumbuhan positif. Data Bank Indonesia menunjukkan volume kenaikan ini berasal dari transaksi e-money.
“Tapi seberapa besar korelasinya antara sistem pembayaran digital dengan transaksi e-commerce? Seberapa banyak masyarakat kita yang sudah meng-utilize pembayaran digital untuk melakukan transaksi e-commerce?” ucap Mercy.
Mercy menyebutkan dalam sebuah studi mengatakan penggunaan transaksi digital di Indonesia sebagian besar digunakan untuk transaksi retail, untuk pembayaran transportasi dan pemesanan makanan.
Transaksi e-commerce menempati posisi keempat, sekitar 15 persen hingga 17 persen. Dengan data tersebut, pembayaran model digital belum menjadi nomor satu di masyarakat Indonesia dalam melakukan transaksi e-commerce.
“Memang ini menjadi problem besar bagaimana masyarakat Indonesia ini pindah dari a cash based society ke cashless society adalah masalah kepercayaan. Kepercayaan ini menjadi serius sekali dan menjadi masalah yang dihadapi bersama-sama oleh regulator, pelaku industri dan juga masyarakat itu sendiri,” katanya.
Selain trust atau kepercayaan, kendala lain digital tidak menjadi idola saat ini lantaran masyarakat di daerah belum melek digital atau digital literasi terutama masyarakat di daerah.
Sementara itu, Joshua Dharmawan dari Indonesia E-commerce Association (idEA) menyebutkan pertumbuhan pembayaran digital saat ini sangat signifikan dan mulai menjadi gaya hidup, yaitu cashless.
Masyarakat menyukai frictionless payment yaitu kemudahan, keamanan, efisiensi dan biaya yang lebih murah.
“Hal ini memunculkan kesempatan dan model bisnis baru terutama UKM, misalnya masyarakat bisa membuat usaha catering tanpa mencari lokasi yang mahal dengan mengandalkan aplikasi, untuk pemesanan juga lebih aman karena fraud menjadi lebih minim,” ujarnya.
Untuk ke depan, Joshua optimis, tren frictionless payment akan semakin berkembang lagi. Sehingga nantinya bagaimana masyarakat dapat melakukan pembayaran tanpa melakukan kegiatan pembayaran itu sendiri. (*)