TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Riset dan Teknologi atau Menristek Bambang Brodjonegoro ingin program Research & Development (R&D) di industri manufaktur nasional terus didorong. Bambang tak ingin Indonesia hanya jadi assembling atau tukang rakit saja dari sebuah produk.
“Kami ingin product development dan product design-nya dilakukan di Indonesia, jadi bukan hanya sekedar membeli lisensi dari negara lain,” kata Bambang dalam acara Indonesia Economic Forum di Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu, 20 November 2019.
Pertimbangannya ada pada keuntungan dan nilai tambah yang dihasilkan dalam Value Chain for Manufactured Product. Selama ini, proses produksi seperti perakitan hanya menghasilkan nilai tambah 20 persen bagi sebuah negara. Sementara 10 persen untuk proses marketing dan penjualan.
Keuntungan atau nilai tambah terbesar ada pada proses product development dan product design. Jumlahnya mencapai 70 persen. Sehingga kalaupun tidak bisa mencapai 70 persen, kata Bambang, Indonesia harus bisa meningkatkan keuntungan lebih dari 20 persen.
Untuk mencapai itu, kementerian punya tiga cara. Ketiganya yaitu memaksimalkan kapasitas teknologi produksi, membangun pusat-pusat product development baru di berbagai tempat, serta adopsi teknologi dan inovasi untuk mendukung product development.
Sejumlah perusahaan sebenarnya telah memindahkan unit bisnisnya ke Indonesia, seperti Apple Developer Academy di Bintaro Serpong Damai (BSD), Tangerang dan Surabaya. Namun, Bambang menyebut akademi ini sebenarnya bukan spesifik R&D dari Apple. “Dia melatih orang agar bisa membuat aplikasi yang aplicable dengan Apple,” kata Bambang.