TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Senior Faisal Basri memperkirakan, jika Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menjadi bos di Badan Usaha Milik Negara, maka akan ada perubahan kinerja di perusahaan pelat merah tersebut. Namun Faisal mewanti-wanti, jangan sampai Ahok dijerumuskan dalam satu tempat sendiri.
Faisal menilai Ahok akan lebih baik masuk dalam sebuah tim yang juga masuk ke BUMN. "Kalau tanpa tim ya berat. Ahok itu bukan malaikat, tapi roh Ahok bisa menjadi motor perubahan. Tapi itu juga enggak cukup, syarat perlunya harus dipenuhi," kata Faisal di Hotel Milenium, Jakarta, Rabu, 20 November 2019.
Dia mencontohkan Dwi Soetjipto saat menjabat sebagai Dirut Pertamina sebelumnya. Dwi, kata dia, juga orang luar Pertamina yang saat menjabat tidak didukung bawahannya. "Kan repot, diganjal terus. Karena yang kerja sehari-hari kan birokrasi perusahaan itu," ujar Faisal.
Faisal menilai sehebat apapun orang seperti Ahok, akan tetap sulit bergerak jika tersandera sistem yang sudah terbangun. "Ya orang hebat bisa jadi tersandera kalau sistemnya sudah berat. Jadi tidak bisa satu orang saja. Jadi harus tim," kata dia.
Faisal berpendapat, BUMN yang perlu dijaga kinerjanya yaitu PLN dan Pertamina. Jika dua BUMN itu memiliki kinerja yang baik, maka akan menyelamatkan negara. "Kalau itu dijaga tidak dirampok, sudah bagus banget karena itu dua perusahaan terbesar," kata dia.
Ahok sebelumnya dikabarkan bakal menempati salah satu kursi strategis di perusahaan BUMN. Dugaan itu diperkuat setelah ia menyambangi kantor Kementerian BUMN untuk bersamuh dengan Menteri Erick Thohir pada pekan lalu.
Koran Tempo edisi Kamis, 14 November 2019, menulis Ahok disinyalir bakal menjadi calon kuat Komisaris Utama Pertamina. Dua sumber Tempo di internal Kementerian BUMN menyatakan bahwa Presien Joko Widodo sendirilah yang meminta Ahok menjabat sebagai bos BUMN. "Permintaan itu dari Presiden, bukan Erick yang mengusulkan ke Istana,” tutur sumber Tempo.
HENDARTYO HANGGI | FRANCISCA CHRISTY ROSANA | KORAN TEMPO | ANTARA