TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) tengah mendorong aset kekayaan yang tidak terlihat atau intangible asset seperti kekayaan intelektual jadi salah satu aspek penilaian dalam pemberian kredit. Hal ini penting karena perusahaan rintisan atau startup mulai tumbuh di Indonesia.
Deputi Infrastruktur dan Ekonomi Kreatif Kemenparekraf Hari Sungkari mengatakan dengan langkah ini diharapkan mempermudah akses modal bagi startup yang tengah tumbuh. Apalagi, kebanyakan dari startup tersebut sebagian besat tak memiliki aset berwujud atau fix income.
"Ini adalah langkah kami untuk mulai memfasilitasi start up dari hulu hingga ke hilir. Harapannya, nanti kekayaan intelektual bisa masuk sebagai sebagai bagian dari kolateral untuk pemberian pemodalan atau kredit," kata Hari di The Hall, Senayan City, Jakarta Selatan, Rabu 20 November 2019.
Hari menjelaskan koleteral merupakan salah satu dari 5 indikator yang dinilai oleh perbankan sebelum mereka memberikan kredit bagi sebuah usaha. Namun, bagi perusahaan start up, hal ini sulit untuk dipenuhi akibat ukuran kolateral yang diterapkan perbankan berbeda dengan yang dimiliki oleh perusahaan rintisan.
Lebih lanjut, perbedaan kolateral itu terletak pada jenis kolateral atau aset jaminan untuk pemberian kredit. Bagi perusahaan pada umumnya biasanya aset yang dimiliki bisa berupa aset tangible (terlihat) termasuk fix income atau surat utang. Sedangkan start up cenderung pada valuasi ataupun kekayaan intelektual yang dimiliki.
Selain itu, untuk memfasilitasi pertumbuhan perusahaan start up, Kementerian juga mendorong terbentuknya iklim dan ekosistem kewirausahaan yang mendukung. Salah satunya, melalui kegiatan mentoring lewat kegiatan bertajuk "Scale Up Asia 2019: Turning Point" yang digelar Endeavor Indonesia.
Sebabnya, pemerintah tak bisa sendirian untuk mendorong pengembangan ekonomi digital. Lewat kolaborasi, ekosistem bagi pertumbuhan startup diharapkan menjadi lebih luas dan mendalam sehingga membuka peluang ekspansi atau perkembangan bisnis start up.
“Dengan ekosistem kewirausahaan yang kondusif, diharapkan bisa memberikan dampak positif terhadap perekonomian dan penciptaan lapangan pekerjaan,” ujar Hari.