TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengatakan kriteria penerima hibah kapal sitaan yang sudah inkracht hingga kini masih dalam kajian. Namun, ia mengatakan penerima hibah kapal mesti bisa memanfaatkan kapal tersebut.
"Begitu kita serahkan kita harus cek sebulan dua bulan ke depan dia menghasilkan enggak. Jangan-jangan mangkrak lagi atau malah dijual," ujar Edhy di Kantor Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi, Jakarta, Selasa, 19 November 2019.
Beberapa alternatif penerima hibah kapal tersebut antara lain kampus yang meminta untuk pelatihan, instansi pendidikan terkait, hingga masyarakat pesisir dan koperasi. "Intinya dipastikan dulu bahwa yang kita serahkan ini benar-benar dimanfaatkan, jangan sampai begitu kita serahkan lalu dijual."
Edhy sebelumnya menginginkan kapal sitaan yang sudah inkracht dihibahkan alias diserahkan tanpa melalui skema lelang. Ia mengatakan hal tersebut sesuai dengan keinginan para pemangku kepentingan di sektor kelautan dan perikanan. "Kalau bisa enggak usah lelang kenapa tidak, tapi kan aturan-aturan tetap ada kan enggak bisa kita langgar," ujar dia.
Saat ini, Edhy mencatat kapal sitaan yang telah inkratch berjumlah 72 kapal. Rinciannya, 45 kapal kondisinya masih baik, enam kapal harus dimusnahkan, dan sisanya dalam kondisi yang kurang baik.
Pembahasan soal nasib kapal terlantar dan kapal sitaan yang sudah inkracht dilakukan oleh Edhy bersama dengan Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan Jaksa Agung ST Burhanuddin pada hari ini.
Selepas rapat, ia mengatakan perlu ada pendalaman untuk kembali dibahas pada 10 Desember 2019. "Kami harapkan ini harus ada gunanya, harus ada manfaatnya apa, nanti beliau akan memutuskan kapal-kapal yang sudah inkracht arahnya mau digimanakan," tutur Edhy.
Salah satu pembahasannya, kata dia, kalau kapal itu akan dihibahkan akan seperti apa mekanismenya. Edhy mengatakan penerima hibah kapal itu masih dalam kajian. Adapun alternatif penerima hibah kapal antara lain nelayan, pemerintah daerah, atau sekolah-sekolah.
"Kami diminta untuk mengkaji dari sisi penerimanya. Dari sisi pelakunya. yang jelas memang ada aturan kalau hibahnya untuk di dalam negeri, di sisi kepemerintahan saja itu lebih mudah. Tapi kalau udah hibah harus ke luar, tergantung angka-angkanya lewat persetujuan dari tingkatan masing-masing," ujar dia.
Berikutnya, untuk kapal mangkrak di pelabuhan yang kebanyakan adalah kapal eks asing, ujar Edhy, juga harus dicarikan jalan keluar agar tidak memenuhi ruang. "Apakah akan diberikan izin lagi atau akan dibagaimanakan," kata dia. Ia mengatakan perkara itu juga akan masuk kajian.
Dia menerima masukan dari pengusaha bahwa ada kapal yang dipesan dari luar negeri tak bisa melaut ketika masuk ke Tanah Air lantaran ada perubahan regulasi. Persoalan juga timbul dari kapal yang sudah di luar negeri dan hanya pindah nama saja.
"Nah ini mau kita kaji dengan asas kehati-hatian, yang jelas langkah-langkah ini kita harapkan bisa menghasilkan solusi dan ada penghasilan buat negara yang pada akhirnya bisa meningkatkan devisa kita," ujar Edhy Prabowo.
CAESAR AKBAR