TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan komitmen pemerintah untuk menjadikan perekonomian nasional lebih kuat. Salah satunya terkait upaya peningkatan investasi di luar negeri (outbond investment) yang disebut Presiden Joko Widodo atau Jokowi sebagai pemicu pertumbuhan.
“Sehingga dalam (pembahasan) perjanjian investasi bilateral, kita harus melindungi investasi-investasi kita di luar negeri. Ini bukan hanya investasi ekonomi tetapi bisa dikonversi menjadi investasi politik juga,” kata Retno dalam Rapat Kerja Nasional Kamar Dagang dan Industri Indonesia atau Kadin Bidang Hubungan Internasional di Jakarta, Selasa, 19 November 2019.
Dalam kesempatan itu, Retno juga mengajak pelaku usaha bersama dengan pemerintah membangun ketahanan ekonomi Indonesia, guna menghadapi situasi perekonomian dan geopolitik dunia yang penuh ketidakpastian. “Pada saat ekonomi Indonesia kuat maka kita akan dapat bertahan,” ucapnya.
Retno menjelaskan, dari sisi diplomasi, upaya meningkatkan ketahanan ekonomi dilakukan dengan memanfaatkan besarnya pasar dan jumlah penduduk Indonesia sebagai aset dan nilai tawar dalam negosiasi untuk menghasilkan kesepakatan yang saling menguntungkan bagi setiap pihak. “Karena kalau tidak begitu, kita hanya akan menjadi pasar saja. Kita harus bisa mendapat sesuatu dari pertandingan ini,” ujarnya.
Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva sebelumnya menilai ekonomi Indonesia masih cukup bagus dan inklusif, dengan dukungan kebijakan ekonomi yang sehat.
Dalam pertemuan dengan Presiden Jokowi di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-35 Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) di Thailand, awal November lalu, ekonom asal Bulgaria itu juga menyebut ASEAN berada pada 'titik terang' dalam ekonomi global, yang tahun ini pertumbuhannya mencapai titik terendah sejak terjadinya krisis.
Sedangkan pertumbuhan ekonomi Indonesia masih relatif stabil pada triwulan III-2019 sebesar 5,02 persen, merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS). Angka pertumbuhan tersebut masih lebih baik dibandingkan negara-negara lain, misalnya Singapura, yang mengalami pertumbuhan negatif.
Merujuk data IMF, perekonomian dunia saat ini mengalami tekanan cukup berat. Hal ini terlihat dari revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia 2019 yang turun sekitar 0,7 persen dari proyeksi 3,7 persen menjadi hanya 3 persen.
ANTARA