Meski demikian, investasi menuju sektor manufaktur yang mampu mengolah komoditas mentah menjadi produk setengah jadi masih kurang. Akibatnya, investasi yang masuk masih belum bisa menyelesaikan masalah defisit neraca dagang dimana Indonesia banyak sekali mengimpor produk mentah untuk diolah menjadi barang jadi ataupun setengah jadi.
"Jadi pemerintah perlu memastikan bagaimana dalam transformasi ekonomi ini backward linkage sektor manufaktur perlu kita urus dan ini perlu dipetakan baik oleh pusat maupun daerah. Jadi bukan meningkatkan tetapi menyeleksi investasi," ujar Ahmad.
Kedua, Indonesia juga perlu menyiapkan insentif yang spesifik dan tepat sasaran sehingga mampu meyakinkan investor untuk berinvestasi pada sektor atau lokasi tertentu yang memang dipandang oleh pemerintah perlu dikembangkan.
Indonesia dinilai perlu mencontoh Vietnam dan Thailand yang memberikan insentif khusus apabila ada investor yang mau masuk ke sektor-sektor ataupun lokasi-lokasi yang tidak populer.
Ahmad mencontohkan, Thailand sudah menyiapkan suatu insentif fiskal bagi investor yang mau berinvestasi di lokasi yang tertinggal dan memiliki pendapatan per kapita rendah. Hal ini belum dilakukan oleh Indonesia karena program yang dikeluarkan oleh pemerintah masih cenderung tidak berfokus.
"Beberapa daerah ada yang memiliki potensi besar, tapi apakah pemerintah pusat dan daerah sudah mau menyiapkan insentif dengan detail? Kalau tidak dirombak dengan meyakinkan maka jangan pernah mimpi penyebaran investasi ini bisa tercapai dalam jangka pendek," kata Ahmad.