TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho menilai masalah perlambatan aliran investasi menuju sektor manufaktur perlu segera diselesaikan oleh pemerintah. Sebab, dari data yang ada terlihat Indonesia mulai mengalami fase deindustrialisasi di mana kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB terus turun dari tahun ke tahun.
Pada 2008, kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB tercatat pada angka 27,81 persen. Namun, per kuartal ketiga tahun 2019 data menunjukkan bahwa kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB tinggal 19,82 persen.
Hal yang sama juga tampak pada realisasi investasi. Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) per kuartal ketiga tahun 2019 menunjukkan bahwa investasi menuju sektor manufaktur terus turun dari Rp 335,8 triliun pada 2016 menjadi tinggal Rp 147,3 triliun terhitung sejak Januari hingga September 2019.
"Kita lihat semua negara kontribusi manufakturnya menurun kecuali Vietnam yang meningkat. Kalau tidak ada tindakan kita akan terkejar oleh Vietnam," ujar Andry, Senin, 18 November 2019.
Andry menjelaskan bahwa Indonesia saat ini mengalami deindustrialisasi prematur dan hal ini perlu segera ditindaklanjuti oleh pemerintah. Jika tak segera ditindaklanjuti, pertumbuhan ekonomi Indonesia berpotensi tetap tertahan pada angka 5 persen.
Karena bagaimanapun sektor manufaktur merupakan sektor yang memiliki multiplier effect paling tinggi. Lebih lanjut, dapat dilihat pula bahwa investor asing yang masuk lebih memilih untuk berinvestasi ke sektor jasa dibandingkan dengan sektor manufaktur.
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Ahmad Erani Yustika mengatakan secara nominal sesungguhnya realisasi investasi di Indonesia sudah cukup baik. Hal ini terutama terkait dengan investasi menuju sektor manufaktur yang langsung menghasilkan produk hilir.