Tempo.Co, Jakarta - Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Guntur Syahputra Saragih mengatakan, pihaknya menduga telah terjadinya kartel nikel di dalam negeri. Sehingga per hari ini pihaknya akan melakukan inisiatif kajian guna mencari bukti yang kuat terhadap dugaan kartel terhadap barang tambang tersebut.
"Untuk merespons isu nikel, kami sudah memutuskan untuk menjadikan nikel menjadi kajian di KPPU," kata dia di kantornya, Jakarta, Senin, 18 November 2019.
Dia mengungkapkan, hingga saat ini belum ada pihak manapun yang melakukan pelaporan terkait dugaan kartel nikel. Sehingga Guntur mengharapkan, kepada pihak yang merasa hal ini memang ada dan dirugikan dipersilahkan untuk datang ke KPPU.
"Untuk kajian kami soal nikel kami pernah meminta kepada bebera pihak, bagi kami, ketika ada laporan wajib kita klarifikasi, jadi memang belum. Kita kembali ke semua pihak monggo (melaporkan)," ujarnya.
Selain pada industri nikel dan smelter, penelitian juga akan dilakukan terkait kebijakan. Hal itu untuk melihat apakah ada kebijakan yang menjadi pengaturan persaingan usaha yang tidak sehat. "Nanti bermuara ke advokasi dan penindakan termasuk ke pemerintah," ujar Guntur.
Dia menuturkan, penelitian akan dilakukan selama 30 hari kerja. Nantinya hasil penelitian akan menjadi dasar apakah akan melanjutkan kasus harga nikel tersebut ke penyelidikan. Namun, Guntur menambahkan, dari total jumlah hari tersebut tidak menjadi patokan pasti bahwa akan selesai kajiannya.
"Biasanya 30 hari yg ditugaskan untuk penelitian akan beri report baru dari itu bisa diberikan perpanjangan waktu atau dihentikan," ungkap dia.
Sementara itu, Direktur Ekonomi KPPU Zulfirmansyah menjelaskan, bahwa akhir dari kajian dugaan kartel nikel adalah tentang penegakan aturan secara hukum. "Dalam hal ini ESDM. satu sisi ini kebijakan pemerintah, makanya kami tempatkan di pencegahan, kebijakan dan advokasi," ujarnya.
Oleh karena itu KPPU juga melakukan monitoring terhadap industri nikel sampai kajian ini benar-benar selesai.