TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Iskandar Simorangkir, mengatakan pemerintah terus mengebut pengerjan draf penyederhanaan regulasi alias Omnibus Law. Nantinya, Omnibus Law inilah yang akan langsung merevisi lebih dari 70 Undang-Undang (UU) yang sudah ada.
“Targetnya sebelum DPR reses pada 12 Desember 2019, sudah masuk,” kata Iskandar dalam acara Forum Merdeka Barat (FMB) di Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta Pusat, Jumat, 15 November 2019. Sehingga, pemerintah saat ini memiliki waktu kurang dari satu bulan lagi untuk menyelesaikan draf tersebut.
Melalui Omnibus Law ini, pemerintah akan mengusulkan dua UU baru ke DPR, yaitu UU Cipta Lapangan Kerja dan UU Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Kedua UU inilah yang akan merevisi lebih dari 70 UU tersebut. Upaya ini dilakukan untuk meningkatkan iklim investasi, mendorong daya saing UMKM, dan penciptaan lapangan kerja.
Iskandar mengatakan ada 11 klaster yang diatur dalam Omnibus Law ini. Keseluruhan klaster tersebut yaitu penyederhanaan perizinan berusaha, pengenaan sanksi administrasi dan menghapus sanksi pidana, ketenagakerjaan, administrasi pemerintahan, pengadaan lahan, persyaratan investasi, kemudahan dan perlindungan hukum, dukungan riset dan inovasi, kemudahan berusaha, kemudahan proyek pemerintah, dan kawasan ekonomi.
Beberapa aturan nantinya akan jauh berbeda dari yang saat ini ada. Sebagai contoh dalam urusan perizinan berusaha. Iskandar menyebut, tidak semua jenis usaha memerlukan izin. Namun, hanya jenis usaha yang membahayakan keamanan, kesehatan, dan lingkungan, saja yang mendapat izin. Sisanya cukup menggunakan standar umum dan pengawasan. “Ini namanya risk-based license,” kata dia.
Lalu dalam hal Izin Mendirikan Bangunan (IMB), pemerintah sedang menggodok aturan untuk mengganti IMB dengan standarisasi bangunan. Pola ini meniru risk-based license pada perizinan usaha. Sehingga, pemerintah tinggal menetapkan standar yang harus dipenuhi seseorang atau badan usaha ketika membangun rumah atau gedung. “Nanti di awasi, kalau melanggar, kami robohkan itu,” ujarnya.
Kemudian contoh terakhir yaitu dalam hal pertanahan. Untuk menarik minat investasi di Indonesia, pemerintah bakal membantu para investor hingga ke tahap perizinan dan pengadaan tanah. Sehingga, kata Iskandar, para investor yang siap berbisnis di Indonesia bisa langsung memulai kegiatan maupun produksi di lahan yang sudah disediakan pemerintah. “Tidak hanya untuk Proyek Strategis Nasional (PSN), yang lain juga,” kata dia.
FAJAR PEBRIANTO