TEMPO.CO, Jakarta - Menjadi pengusaha merupakan kesempatan yang dimiliki oleh setiap orang, tak terkecuali ibu-ibu rumah tangga. Prinsip inilah yang diyakini oleh sebuah aplikasi yang menamai diri mereka social commerce, yaitu Woobiz. Platform digital ini punya ikhtiar mengajak hingga 2 juta ibu-ibu rumah tangga di Indonesia menjadi seorang micro entrepreneur.
“Kami percaya, wanita is very strong individual,” kata co-founder Woobiz, Putri Noor Shaqina, saat bertandang ke Gedung Tempo, Palmerah Barat, Jakarta Selatan, awal Oktober 2019 lalu.
Meski tidak berpendidikan tinggi, tapi selama memiliki ruang dan lingkaran sosial yang cukup, Putri percaya ibu-ibu ini bisa menjadi pengusaha. Sesuai dengan misi Woobiz yaitu memajukan perempuan Indonesia dengan menjadikannya pengusaha mikro yang mandiri secara finansial. Sehingga lahirlah Woobiz.id pada Mei 2019 setelah mendapatkan pendanaan dari investor pada Desember 2019.
Sederhananya, Woobiz membantu ibu-ibu, termasuk perempuan lainnya, untuk membeli barang secara online, lalu menjualnya secara offline. Lewat laman resminya, woobiz.id, tersedia berbagai pilihan barang yang bisa diakses oleh para ibu-ibu yang kemudian disebut sebagai Mitra Woobiz. Setelah barang dibeli, maka para mitra ini diharapkan menjualnya ke komunitas terdekat mereka, seperti forum pengajian hingga forum arisan.
Tugas Woobiz belum berhenti. Saat para ibu-ibu mitra melakukan pemesanan, tim dari Woobiz telah mengkurasi barang tersebut agar sesuai dengan kebutuhan di komunitas mereka. Proses ini melibatkan machine learning. Sehingga, potensi barang tidak laku dan stok menumpuk bisa dihindari. Sementara keuntungan diperoleh ibu-ibu mitra dari komisi penjualan setiap produk.
Mengapa cara ini dinilai efektif? Pertama karena berbagai merek produk besar memiliki keterbatasan rantai distribusi dari produk mereka. Berbagai brand besar yang juga menjadi penyalur di Woobiz, kata Putri, mengakui mereka tetap percaya bahwa kekuatan penjualan secara lisan, dari mulut ke mulut, masih sangat berpengaruh. Di sisi lain brand kecil juga tertarik karena mereka kesulitan untuk memasarkan produk mereka secara masif.