TEMPO.CO, Jakarta - Penugasan Basuki Tjahaja Purnama di PT Pertamina (Persero) jika terpilih sebagai Komisaris Utama dinilai akan penuh tantangan. Sejumlah masalah menanti untuk diselesaikan.
Mantan Komisaris Utama Pertamina Endriartono Sutarto menyatakan masalah terberat yang dihadapi Pertamina saat ini adalah penyaluran bahan bakar minyak (BBM). Pertamina perlu menyamakan harga bahan bakar minyak (BBM) di seluruh Indonesia. Biaya angkut ke pelosok negeri yang tinggi membuat disparitas harga. Selain itu, jumlah stasiun pengisian BBM pun belum tersebar merata.
Menurut Sutarto tak mudah menyalurkan BBM satu harga lantaran perusahaan juga harus mencetak untung. "Pemikiran komisaris utama sangat dibutuhkan untuk menyelesaikan ini," ujarnya kepada Tempo, Kamis 15 November 2019.
Dia menilai seorang komisaris utama harus berani menyuarakan pendapatnya. Ketika diberikan penugasan yang mengancam keuangan perseroan seperti pengungaran keuntungan hingga kerugian, komisaris utama wajib menyampaikan kondisinya kepada pemerintah. Namun bukan berarti menolak kewajiban sebagai perusahaan pelat merah atau mengakalinya dengan mengorbankan masyarakat.
Sutarto mengatakan Pertamina juga sering dijadikan ladang untuk mencari keuntungan, salah satunya karena produksi dan kapasitas kilang yang masih rendah. Indonesia hingga saat ini masih harus mengimpor minyak untuk memenuhi konsumsi yang jumlahnya dua kali lipat dari produksi. "Ini kesempatan untuk memasukkan minyak ke Pertamina, entah dengan kekuasaan atau apa, agar dibeli meski harganya lebih mahal," katanya.
Saat ia menjabat, Sutarto menyampaikan kepada jajaran direksi untuk menyerahkan tindakan seperti itu kepadanya. "Karena bisa jadi mereka tidak berani melawan kekuasaan yang bisa mencopotnya setiap saat," katanya. Untuk itu, dia menyatakan komisaris utama Pertamina perlu memiliki integritas dan sikap, sekalipun harus meninggalkan jabatannya jika masyarakat dan perusahaan dirugikan.
Anggota Komisi VI DPR Herman Khaeron menyatakan tugas untuk meningkatkan produksi melalui pembangunan kilang juga harus jadi perhatian komisaris utama Pertamina. "Pertamina harus agresif meningkatkan produksi crude oil selaras dengan target lifting migas pemerintah," katanya.
Produksi minyak Pertamina saat ini berkisar 700-800 ribu barel per hari. Sementara konsumsi per hari mencapai 1,5 juta barel per hari. Pertamina tengah mengembangkan kapasitas empat kilang di Balongan, Cilacap, Balikpapan, dan Dumai serta membangun kilang baru di Tuban dan Bantul. Proyek ini diharapkan selesai 2026 dan mampu mengurangi impor minyak yang menjadi sumber defisit neraca perdagangan.