TEMPO.CO, Jakarta - Kamar Dagang dan Industri alias Kadin Indonesia buka-bukaan mengenai alasan swasta ragu-ragu menanamkan duitnya untuk berinvestasi di bidang infrastruktur seperti jalan tol.
Wakil Ketua Komite Tetap Pengembangan SDM bidang Konstruksi dan Infrastruktur Kadin Indonesia Dandung Sri Harninto mengatakan keragu-raguan itu disebabkan kerap bedanya rencana bisnis yang ditawarkan dengan realisasi di lapangan.
"Jadi ngeri-ngeri sedap karena rencana dengan realitasnya sangat berbeda," ujar Dandung di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis, 14 November 2019. Ia mengatakan pengusaha lebih memilih untuk menanam modal ke pembangunan yang lebih cepat untungnya seperti rumah sakit dan lainnya.
Berdasarkan data yang dihimpun Kadin, Dandung menyoroti dua ruas jalan tol yang tidak sesuai dengan rencana bisnis. Misalnya saja jalan tol Palembang - Indralaya yang telah beroperasi sejak 12 Oktober 2017.
Dari data tersebut, tampak volume lalu lintas pada tahun 2018 hanya 2.367 kendaraan golongan I per hari dari target 18,662 kendaraan. Belum lagi capaian pada golongan II yang hanya 339 kendaraan per hari, golongan III sebanyak 68 kendaraan per hari, golongan IV sebanyak 7 kendaraan per hari, dan golongan V sebanyak 7 kendaraan per hari.
Target juga tidak tercapai pada ruas jalan tol Kanci - Pejagan yang beroperasi sejak 26 Januari 2010. Tercatat volume lalu litas di ruas tersebut pada tahun 2014 hanya 15.800 kendaraan golongan I per hari, dari target 17.816 kendaraan per hari. Adapun pada golongan II tercatat 2.567 kendaraan per hari dari target 9.022 kendaraan per hari. Belum lagi golongan III hanya 657 kendaraan per hari, golongan IV 114 kendaraan per hari dan golongan V 133 kendaraan per hari.
Dengan fakta tersebut, Dandung menegaskan keragu-raguan swasta untuk berinvestasi di infrastruktur. "Swasta gonjang ganjing juga, sebenarnya menarik enggak sih investasi di infrastruktur?"
Di sisi lain, Dandung meminta pemerintah berpihak kepada pengusaha dalam negeri untuk mendorong mereka masuk ke pembangunan. Sebabnya, ia mengatakan para pemain swasta lokal sejatinya tidak banyak yang memiliki kapasitas untuk bersaing secara kapital dengan pemain-pemain asing.
"Jadi bagaimana swasta itu punya kapasitas uang terlebih dahulu, baru diajak masuk membangun infrastruktur," ujar dia. Dengan demikian pemain infrastruktur bisa bervariasi. "Tidak itu-itu saja yang kapitalnya kuat.
Saat ini, pemerintah memang tengah getol untuk menggandeng swasta dalam membangun infrastruktur. Berdasarkan data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, kebutuhan investasi pembangunan infrastruktur 2020-2024 mencapai Rp 2.058 triliun.
Dari jumlah tersebut, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara hanya memenuhi Rp 623 triliun. Sehingga, ada kesenjangan pembiayaan sekitar Rp 1.435 triliun untuk mencapai visum PUPR 2024.