TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Indonesia Aircraft Maintenance Service Association (IAMSA) Rowin Hardjoprakoso Mangkoesoebroto mengatakan potensi bisnis maintenance, repair, dan overhaul (MRO) yang juga dikenal bisnis bengkel pesawat di Indonesia tembus US$ 1 miliar. Namun, nyatanya belum terserap di seluruh pasar domestik.
"Nilai potensial bisnis yang ada untuk pangsa pasar Indonesia mencapai US$ 1 miliar, tapi baru bisa diserap sebanyak 45 persen," kata Rowin dalam sambutanya dalam acara AMROI 2019 yang digelar di Hotel Grand Mercure, Jakarta Pusat, Rabu 13 November 2019.
Menurut dia, selama lima tahun terkahir permintaan pasar terhadap keberadaan bengkel pesawat terus meningkat. Kendati demikian, permintaan pasar belum bisa diimbangi dengan kapasitas dan kapabilitas keberadaan bengkel pesawat.
Adapun kini ada tiga bengkel pesawat yang cukup terkenal dan banyak melayani pasar domestik. Ketiganya, GMF AeroAsia milik Garuda Indonesia, Batam Aero Technic usaha patungan milik Lion Air dan Garuda Indonesia serta FL Technics yang baru saja hadir.
Rowin menuturkan belum terserapnya seluruh potensi pasar tersebut salah satunya terkendala adanya lahan. Dia mengatakan selama ini semua penguasaan lahan bandar udara lebih banyak dikelola negara. Sedangkan sedikit sekali yang bisa dikelola swasta.
"Kalau internal saya mulai dari jumlah hanggar slot yang dipunyai itu kita belum cukup, masih sangat kurang," kata Rowin.
Padahal, kata Rowin, salah satu prasyarat bisnis bengkel pesawat adalah lahan yang cukup luas untuk membangun hanggar. Selain itu, lahan tersebut juga harus berada di dalam lokasi bandar udara atau berdekatan dengan area bandara.
Karena itu, sewa lahan atau bahkan kepemilikan untuk bisnis bengkel pesawat menjadi sangat krusial. Hal itu, yang kini terus diperjuangkan oleh pemerintah supaya ada relaksasi terkait hal ini.
"Tentu harapan kami supaya kesempatan membuka MRO baru maupun perluasan bisa dipermudah," kata Rowin.