Keretakan hubungan anggota konsorsium terungkap setelah surat Ginanjar untuk Chief Audit Executive Pertamina menyebar. Surat itu dikirim Ginanjar pada 13 September 2019 terkait permohonan pelaksanaan investigasi proyek PLTGU Jawa-1. Dalam surat itu PPI menjelaskan bahwa Marubeni melakukan kecurangan berulang kali. Peringatan dari PPI baik dalam pertemuan resmi maupun informal seperti tak digubris.
Dalam surat itu dijelaskan salah satu penyebabnya. Konsorsium hampir kehilangan kesempatan untuk menghemat US$ 12 juta dalam beberapa kali proses negosiasi dengan kontraktor pembebasan lahan lantaran Marubeni mendorong menyetujui penawaran harga awal yang ditawarkan. Harga tersebut tiga kali lipat lebih mahal dari harga lahan di pasar.
Isu lainnya yang memicu friksi adalah keputusan perwakilan Marubeni di konsorsium yang diam-diam mendekati kontraktor EPC untuk membeli pipa dari anak usaha perusahaan asal Jepang itu, Marubeni Itochu Steel Inc. Selain melanggar aturan mengenai Tingkat Kandungan Dalam Negeri, tindakan ini dinilai bisa merusak reputasi PPI dan Pertamina.
Dalam surat itu juga dijelaskan pemicu friksi lain yang berasal dari entering fee atau biaya yang disetor anggota baru konsorsium. Marubeni disebut meminta Sojitz Corporation sebagai anggota baru tanpa sepengetahuan PPI. Padahal dalam kesepakatan awal Sojitz tak pelu mengeluarkan biaya itu.
Isu lainnya berawal dari inisiatif Marubeni untuk mengganti mitra proyek Floating Storage and Regasification Unit (FSRU), Exmar, dengan Mitsui O.S.K Line atau MOL. Marubeni menduga kondisi keuangan Exmar tidak stabil. Namun dugaan tersebut tak terbukti dan Exmar menuntut kompensasi sebesar US$ 30 juta meski akhirnya dengan negosiasi dicapai kesepakatan sebesar US$ 4 juta. Selain itu, kemampuan MOL pun di bawah Exmar.
Friksi itu membuat Ginanjar terancam kehilangan posisinya. Pertamina mengirim surat pemberitahuan pemberhatiannya sebagai Direktur Utama PPI. Ginanjar mengkonfirmasi isi surat tentang friksti tersebut. “Apa yang tertulis di dalamnya itu betul,” katanya.
Marubeni Corporation bungkam mengenai friksi ini. Tempo berusaha menghubungi CFO Marubeni Corporation Hisashiro Takeuchi untuk mengkonfirmasi namun tak ada respons. Direktur Anak Usaha Marubeni Indonesia, Slamet Muhadi, pun tak menanggapi konfirmasi Tempo. Pesan singkat yang dikirim Tempo hanya dibaca tanpa dibalas.