TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah tengah mempertimbangkan menggandeng badan usaha di negara lain untuk menekan rasio kredit macet Kredit Usaha Rakyat atau KUR yang dicatatkan oleh sejumlah Tenaga Kerja Indonesia.
"Misalnya dengan Standard Chartered, dia kan punya cabang di Hong Kong. Ini belum baku ya, nanti perjanjian kerja sama Kemenaker dengan Standard Chartered,” kata Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Perekonomian Iskandar Simorangkir, Selasa, 12 November 2019.
Hal ini didasari pada data naiknya nilai NPL KUR di luar negeri. Salah satunya karena TKI tidak memiliki akses perbankan di sana. Oleh karena itu, kata Iskandar, pemerintah mempertimbangkan menerapkan government to business dengan menggandeng badan usaha di negara lain tersebut.
Iskandar menjelaskan, skema government to business dapat mengurangi risiko kemungkinan terjadinya disalahgunakan karena para pebisnis tidak akan berani bermacam-macam dengan pemerintah. “Fee-nya dari collection fee yang sudah kita kasih, dia 3-4 persen dari suku bunga KUR itu," ucapnya.
Dengan begitu, suku bunga subsidi untuk TKI sebesar 14 persen, jadi 3,5 persen itu adalah collection fee. "KUR mikro kan 10,5 persen subsidinya, KUR TKI itu 14 persen,” kata Iskandar.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah membenarkan sebagian TKI tidak memiliki akses perbankan di luar negeri sebagai penyebab NPL KUR membengkak. “Ya tadi ada beberapa di antaranya memang para pekerja kita tidak memiliki akses perbankan,” katanya.
Usul Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kepada pemerintah agar bisa bekerja sama dengan berbagai perbankan di negara penempatan para TKI diharapkan bisa mendorong para TKI mampu mencicil pembayaran KUR. “Nanti kita kerja sama dengan perbankan di negara setempat sehingga mempermudah mereka untuk mengangsur. Itu problem-nya, memang di situ,” kata Ida.
Pemerintah, kata Ida, juga akan memperluas akses penyaluran KUR melalui kerja sama dengan perbankan milik negara penempatan TKI seperti Jepang, Jerman, dan beberapa negara lain yang akan dilakukan pada 2020 mendatang. “Kita harapkan bentuknya adalah government to government jadi jaminan perlindungan bisa didapatkan dan kemudian kita berusaha untuk mendapatkan kerja sama dengan bank-bank tersebut,” katanya.
Selama ini, menurut Ida, para TKI menggunakan pembiayaan KUR sebagai modal untuk bekerja ke luar negeri. Dengan keputusan pemerintah menurunkan bunga KUR menjadi 6 persen, diharapkan dapat semakin banyak penempatan tenaga kerja di luar negeri. “Untuk penempatan mereka di luar negeri kan butuh biaya nah itu mereka mendapatkan pembiayaan itu dari KUR,” ujarnya.
Pemerintah telah resmi menurunkan kembali suku bunga KUR dari 7 persen menjadi 6 persen per tahun yang akan mulai dilakukan pada 1 Januari 2020. “Telah disepakati bahwa KUR ke depan adalah KUR yang pro rakyat karena per 1 Januari 2020 kita setuju untuk diturunkan dari 7 persen menjadi 6 persen,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
Berdasar catatan Kemenko Perekonomian, penyaluran KUR sejak Agustus 2015 hingga 31 Agustus 2019 mencapai Rp 435,4 triliun dan telah diterima oleh 17,5 juta debitor serta rasio kredit macet atau NPL-nya yaitu 1,31 persen.
ANTARA