TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo memanggil para menterinya dan menggelar rapat terbatas terkait penguatan neraca perdagangan, di Kantor Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Senin, 11 November 2019. Dalam kesempatan itu, Presiden Jokowi meminta para menterinya untuk berfokus pada langkah-langkah terobosan untuk mengurangi angka impor.
Jokowi memberi penekanan pada pengurangan angka impor BBM, yang saat ini menjadi penyumbang defisit terbesar. "Oleh sebab itu, pembangunan kilang harus menjadi prioritas dan lifting produksi minyak di dalam negeri juga harus kita tingkatkan," kata Jokowi dalam sambutan rapatnya.
Jokowi juga meminta agar pengolahan energi baru terbarukan (EBT), seperti program biosolar B20 segera ditingkatkan ke B30, bahkan B100. Ia meyakini, program ini akan dapat mengurangi ketergantungan negara terhadap impor BBM, yang dilakukan oleh industri.
Selain itu, Jokowi juga mengingatkan bahwa substitusi impor juga harus terus dibuka lebar. Dengan demikian, barang-barang substitusi impor itu bisa mengganti produk-produk impor yang selama ini dilakukan pemerintah.
"Termasuk pengembangan industri pengolahan yang selama ini bukan hanya menciptakan lapangan kerja, tapi juga memastikan bahwa produk-produk yang dibutuhkan di dalam negeri dan yang diekspor bisa diproduksi di dalam negeri," kata Jokowi.
Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS) pada September lalu, nilai neraca perdagangan mengalami defisit sebesar US$ 0,16 miliar atau US$ 160,5 juta. Defisit ini terjadi karena defisit perdagangan di sektor minyak dan gas (migas).
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan sepanjang September, neraca migas tercatat defisit sebesar US$ 761,8 juta. Sedangkan sektor non migas masih mengalami surplus sebesar US$ 601,3 juta.
Dalam ratas itu, Jokowi juga meminta agar tingkat komponen dalam negeri (TKDN) dalam proyek-proyek pemerintah terus diperhatikan setiap kementerian/lembaga. Ia pun meminta TKDN dioptimalkan, agar dapat ikut menekan defisit nearaca perdagangan Indonesia.