TEMPO.CO, Jakarta - Pertumbuhan industri makanan dan minuman pada akhir tahun sulit mencapai target 9 persen. Pasalnya, konsumsi konsumen kelas menengah bawah dan bawah yang rendah.
Kementerian Perindustrian (Kemeperin) menyatakan pertumbuhan industri makanan dan minuman (mamin) sepanjang Januari—September hanya tumbuh 7,9 persen. Kementerian menilai tertahannya pertumbuhan industri mamin pada tahun ini disebabkan oleh rendahnya pertumbuhan pada semester I/2019.
“Pelaku industri menahan investasi pada semester I/2019. Alhasil, pertumbuhan pada semester I/2019 rendah. Walaupun pertumbuhan pada kuartal III/2019 sudah kembali bergairah, tapi pertumbuhan pada saat pilpres [pemilihan presiden] terlalu rendah,” kata Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Abdul Rochim kepada Bisnis, Minggu 10 November 2019.
Rochim berharap agar industri mamin dapat tumbuh 8 persen secara tahunan. Walaupun target tahun ini turun, Rochim mengatakan pertumbuhan tersebut masih lebih tinggi daripada perumbuhan ekonomi nasional dan manufaktur.
Pemerintah berencana menjaga agar pertumbuhan industri main pada tahun depan akan kembali stabil di level 9 persen. Rochim mengatakan pihaknya akan berusaha untuk menjaga ketersediaan bahan baku agar dapat mencapai pertumbuhan tersebut.
Ketua Umum Gapmmi Adhi S. Lukman mengatakan berharap produksi industri makanan dan minuman (mamin) maksimal dapat tumbuh 8 persen secara tahunan, lebih rendah dari target sebelumnya yakni sekitar 9 persen.
“Sampai semester satu pertumbuhan industri mamin 7,4 persen. Ini melihat perkembangan akhir-akhir ini, terutama pengaruh pasar global. Ekonomi global makin memburuk, makanya (target terkoreksi),” katanya kepada Bisnis.
Seperti diketahui harga komoditas dan mineral sepanjang tahun ini mengalami tekanan. Adhi berujar hal tersebut berpengaruh besar lantaran konsumen kelas menengah bawa dan bawah menggantungkan pendapatan kepada sektor perkebunan dan pertambangan.
Adhi mengatakan konsumen kelas menengah bawah dan bawah mengalokasikan hingga 70 persen untuk kebutuhan mamin. Namun demikian, konsumen kelas menengah atas dan atas hanya mengalokasikan sekitar 30 persen.
Menurutnya, serapan produk mamin pada konsumen menengah atas dan atas tidak mengalami perubahan. Namun demikian, jumlah konsumsinya tidak bisa dipacu lagi.