TEMPO.CO, Jakarta - Analis dari PT Anugerah Mega Investama, Hans Kwee, mengatakan data perekonomian Indonesia sampai awal November 2019 ini masih cukup baik terkait pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG. Akan tetapi, kata dia, pasar akan berhati-hati menanti perkembangan perang dagang dan peluang ekonomi dunia memasuki periode resesi.
"IHSG kami perkirakan berpeluang konsolidasi menguat," kata Hans Kwee dalam keterangan di Jakarta, Sabtu, 9 November 2019.
Penguatan terjadi dengan support di level 6.139 sampai 6.100 dan resistance di level 6.200 sampai 6.240. Sebelumnya pada Jumat, 8 November 2019, IHSG ditutup menguat di level 6.177,98.
Menurut Hans Kwee, ada beberapa faktor yang masih menjadi perhatian pasar. Pertama, kepastian pemotongan tarif menjelang kepekatan perang dagang Amerika Serikat (AS) dan Cina fase pertama. Juru bicara Kementerian Perdagangan Cina dan pejabat AS, mengatakan kedua negara telah sepakat untuk membatalkan beberapa tarif dan lebih dekat dengan perjanjian perdagangan "fase pertama".
Menurut Hans Kwee, rencana ini dikabarkan menghadapi pertentangan di internal Gedung Putih. Sebab, Presiden Donald Trump, dalam sambutannya kepada wartawan di Gedung Putih, mengatakan dia belum setuju penundaan tarif impor yang dituntut oleh Cina.
Sebelumnya pada awal pekan November 2019, Hans Kwee mengatakan pasar sempat melemah. Penyebabnya, ada laporan yang menyebutkan Presiden Donald Trump dan pemimpin Cina Xi Jinping kemungkinan tidak akan bertemu untuk menandatangani kesepakatan perdagangan sampai Desember.
Kedua, Bank of England memutuskan untuk mempertahankan suku bunga stabil di posisi 0,75 persen. Akan tetapi beberapa pejabat, termasuk Gubernur Bank of England, Mark Carney, mengatakan akan mempertimbangkan penurunan jika hambatan global dan masalah Brexit tidak berkurang. Pelongaran moneter kedepan akan mendorong pasar keuangan bergerak positif.
Ketiga, pernyataan dari International Monetary Fund (IMF) mengatakan pertumbuhan ekonomi zona euro akan melambat lebih dari perkiraan. Sebab, krisis manufaktur dapat meluas ke sektor jasa akibat ketegangan perdagangan global. Bahkan, rilis indeks aktivitas sektor jasa Jerman hampir tidak tumbuh pada Oktober 2019.
Meski demikian, di Indonesia, data cadangan devisa masih naik menjadi US$ 126,7 miliar, dari sebelumnya US$ 124,3 miliar. Kenaikan cadangan devisa ini, kata Hans Kwee, merupakan indikasi positif bagi perekonomian. Di sisi lain, Badan Pusat Statistik (BPS) juga mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di periode tersebut sebesar 5,02 persen. "Angka ini melampaui perkiraan konsensus para analis sebesar 5 persen," kata Hans Kwee.
FAJAR PEBRIANTO