Sebagaimana diketahui, sebelumnya KKP menghentikan penerbitan health certificate untuk ekspor karang hias berdasarkan regulasi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Pada regulasi tersebut diatur, setiap orang secara langsung atau tidak langsung dilarang menambang karang hias yang menimbulkan kerusakan ekosistem serta mengambil karang hias di kawasan konservasi.
Aturan lainnya tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.
Edhy menyebut audiensi itu merupakan salah satu caranya untuk membangun komunikasi yang baik dengan stakeholder kelautan dan perikanan. Tak hanya AKKII yang pro terhadap perdagangan karang hias, pihaknya juga akan mendengar pandangan dari pihak yang menolak perdagangan karang hias.
Ketua Umum AKKII Dirga Adhi Putra S. dalam pemaparannya menyampaikan bahwa karang hias yang diperdagangkan berasal dari dua sumber yaitu alam dan hasil budidaya (transplantasi). Menurutnya, karang hias alam merupakan sumber daya terbarukan yang dapat dimanfaatkan. Ia berpendapat, pengambilan dengan prinsip lestari dapat membantu menjaga ekosistem.
Ia menambahkan, karang hias yang tumbuh terlalu padat dan tidak dipanen/dipangkas justru akan berhenti bertumbuh atau mati massal akibat terlalu padat (overcrowding).
“Karang hias alam ini memiliki nilai jual yang lebih tinggi karena eksotika warna dan bentuknya,” ungkapnya.