TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan akan mengevaluasi hubungan kerja sama antara Garuda Indonesia dan Sriwijaya Air.
"Dengan dasar itu kami akan mengambil keputusan dan menetapkan ketentuan yang akan diberlakukan," ujar Budi di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta, Kamis, 7 November 2019. Evaluasi tersebut, tutur dia, akan dilakukan selama satu minggu ke depan.
Adapun pelibatan BPKP dalam evaluasi hubungan kerja sama tersebut, tutur dia, adalah lantaran adanya valuasi tertentu yang mesti dilakukan. Sementara, valuasi itu adalah wewenang BPKP untuk menetapkan. "Mulai dari saham, restrukturisasi, dan sebagainya."
Pengacara Sriwijaya Air Yusril Ihza Mahendra mengatakan dilibatkannya BPKP dalam evaluasi disebabkan oleh perbedaan pernyataan antara dua belah pihak soal utang piutang. Yusril mengatakan kliennya menilai utang Sriwijaya kepada Garuda kian membengkak setelah adanya kerjasama itu.
Sementara, kata dia, Garuda mengatakan utang itu berkurang 18 persen. Karena itu, dua belah pihak sepakat agar ada audit oleh BPKP. "Apakah benar terjadi pengurangan utang atau utang malah makin membengkak, itu akan memutuskan kerja sama ini akan lanjut atau tidak," tutur Yusril.
Sebelumnya, hubungan bisnis antara PT Sriwijaya Air dan PT Citilink Indonesia kembali tidak akur karena adanya sejumlah masalah yang membuat keduanya memutuskan untuk tidak melanjutkan kerja sama operasi.
“Kami merujuk pada status terkini kerja sama manajemen antara Sriwijaya dan Citilink, anak usaha Garuda Indonesia. Karena ada sejumlah masalah di mana kedua pihak belum bisa diselesaikan. Dengan berat hati, kami menginformasikan bahwa Sriwijaya melanjutkan bisnisnya sendiri,” kata Direktur Teknik dan Layanan Garuda Iwan Joeniarto dalam keterangannya yang beredar di Jakarta, Kamis.
Dengan demikian, lanjut Iwan, Sriwijaya Air tidak lagi menjadi anggota Garuda Indonesia Group dan hubungan dengan Sriwijaya Group akan kembali berdasarkan business to business (B to B).
Sebelumnya, Garuda Indonesia Group dan Sriwijaya Air Group menjalin kerja sama operasi seiring dengan kondisi keuangan perusahaan maskapai nasional swasta itu yang tidak mendukung.
Dalam prosesnya, pada September hubungan bisnis itu mengalami guncangan yang menyebabkan susunan direksi Sriwijaya dirombak dan mengundurkan diri.
Namun, akhirnya keduanya kembali rujuk dengan alasan mempertimbangkan tiga hal, yakni mengedepankan keselamatan mempertimbangkan kepentingan pelanggan dan menyelamatkan aset negara.
CAESAR AKBAR | ANTARA