Mulanya, Garuda Indonesia Group dan Sriwijaya Air Group menjalin kerja sama operasi seiring dengan kondisi keuangan perusahaan maskapai nasional swasta itu yang tidak mendukung.
Dalam kerja sama itu, konflik antara dua perusahaan bukanlah perkara baru. Sebelumnya, hubungan Garuda dan Sriwijaya pun sempat memanas belum akhirnya memutuskan untuk rujuk kembali di awal Oktober 2019. Keduanya rujuk dengan mempertimbangkan tiga hal, yakni mengedepankan keselamatan, mempertimbangkan kepentingan pelanggan, dan menyelamatkan aset negara.
Saat keduanya berseteru dulu, Sriwijaya Air sempat membatalkan sejumlah penerbangan. Bahkan, Garuda Maintenance Facility atau GMF, anak usaha Garuda Indonesia, mencabut kerja sama untuk perawatan mesin pesawat dan penyediaan suku cadang.
Imbas dari konflik bisnis itu, Sriwijaya Air terpaksa mengandangkan 18 dari 30 pesawat miliknya. Sriwijaya kala itu disebut belum menjalin kerja sama dengan bengkel pesawat yang baru sehingga armada yang dioperasikan terbatas.
Setelah perselisihan dengan Garuda itu, frekuensi penerbangan Sriwijaya pun anjlok dari rata-rata 120 penerbangan per hari menjadi hanya 72 penerbangan saja. Selain membatalkan penerbangan, Sriwijaya juga sempat melakukan perampingan untuk beberapa rute.
CAESAR AKBAR | ANTARA | YOHANES PASKALIS