TEMPO.CO, Jakarta - Data pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga tahun ini yang dirilis Badan Pusat Statistik atau BPS hanya 5,02 persen secara tahunan bisa jadi sinyal positif bagi para pemburu properti. Capaian masih lebih rendah dibandingkan dengan kuartal kedua tahun ini sebesar 5,05 persen.
Associate Director Investment Service Colliers International Indonesia Aldi Garibaldi, memperkirakan dengan pertumbuhan ekonomi yang melambat artinya harga properti tidak akan naik gila-gilaan. “Ini menguntungkan buat pembeli karena kebanyakan pembeli, apalagi yang baru bekerja kan cari harga rumah yang lebih murah,” katanya, Selasa, 5 November 2019.
Sebaliknya, menurut Aldi, pembangunan infrastruktur bakal terpukul dengan perlambatan ekonomi tersebut. Pasalnya, selama ini dibangun menggunakan mata uang dolar Amerika Serikat.
Dengan melemahnya perekonomian, hal itu akan berdampak pada pelemahan mata uang rupiah sehingga akan meningkatkan biaya konstruksi. “Kalau pengembang sih, pasti tetap bisa jalan terus, kan orang yang butuh punya rumah juga ada terus,” kata Aldi.
Adapun yang paling merugi dari kondisi ini, menurut Aldi, adalah spekulan tanah karena dengan kondisi pelemahan ekonomi, harga lahan tidak akan naik banyak. “Ya, bagus juga untuk pengembang kan? Jadi, ke depan ketika mereka mau beli tanah untuk pengembangan baru enggak mahal-mahal amat dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya,” ucapnya.
Survei Harga Properti Residensial Bank Indonesia sebelumnya mengindikasikan perlambatan kenaikan harga properti residensial di pasar primer pada kuartal kedua tahun ini. Dilansir dari survei yang dikutip pada pertengahan Agustus lalu, tercermin Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) pada kuartal II/2019 yang tumbuh 0,2 persen (per kuartal), melambat dibandingkan dengan 0,49 persen (per kuartal) pada kuartal sebelumnya.
Pasalnya, perlambatan kenaikan harga properti residensial terjadi pada semua tipe rumah. Ke depan, kenaikan harga rumah diperkirakan meningkat pada kuartal III/2019 sebesar 0,76 persen (per kuartal).
Volume penjualan properti residensial pada kuartal kedua tahun ini tercatat mengalami kontraksi pertumbuhan -15,9 persen (per kuartal), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada kuartal sebelumnya sebesar 23,77 persen (per kuartal). Adapun penurunan penjualan properti residensial disebabkan oleh penurunan penjualan pada rumah tipe kecil dan rumah tipe menengah.
Menurut responden, beberapa faktor yang menyebabkan penurunan penjualan adalah melemahnya daya beli, suku bunga KPR yang cukup tinggi, dan tingginya harga rumah.
Hasil survei menunjukkan bahwa pembiayaan pembangunan properti residensial oleh pengembang terutama bersumber dari non perbankan, tercermin pada pembiayaan pembangunan yang bersumber dari dana internal pengembang yang mencapai 60,57 persen. Sementara itu, di sisi konsumen, pembelian properti residensial sebagian besar masih menggunakan fasilitas KPR sebagai sumber pembiayaan utama.
BISNIS