TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Perkasa Roeslani khawatir jika aturan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2020 sebesar 8,51 persen, akan membuat investor berpikir ulang untuk masuk ke Indonesia. Sebab, investor akan menghitung ulang biaya produksi yang membengkank.
Lebih dari itu, Rosan juga khawatir jika industri yang sudah ada di dalam negeri pun justru ikut hengkang karena gaji yang harus dibayarkan terlalu tinggi. "Kalau pindahnya secara bertahap mending, pindahnya masih di Indonesia. Nah kalau pindahnya ke negara lain itu kan jadi non produktif. Kalau naiknya tinggi, enggak ada investasi yang masuk, yang ada malah relokasi. Jadi memang harus cari keselarasan," kata dia di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta, Selasa, 5 November 2019.
Sebagai pengusaha, Rosan pun mengakui harus menerima aturan UMP yang telah ditetapkan pemerintah. Apalagi, aturan itu telah diketok palu dengan formula kenaikan yang mengandalkan pertumbuhan ekonomi ditambah angka inflasi dalam negeri. Namun Rosan tetap menilai kenaikan UMP ini akan menjadi beban tersendiri bagi industri padat karya.
Oleh karena itu dirinya mengusulkan untuk kenaikan UMP setiap daerah harus dibedakan, karena ada beberapa wilayah upah minimun itu sudah terlalu tinggi. Artinya, jika perusahaan di kawasan itu menerapkan aturan tersebut, maka UMP-nya akan semakin melambung. "Lalu industri akan berpindah ke mana?," kata dia.
Rosan menyarankan pemerintah mengkaji dulu kelayakan kenaikan UMP di setiap daerah. Misalnya, melihat dari faktor lain dari segi penyerapan tenaga kerja di wilayah tersebut. Lalu dilihat apakah di situ banyak usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
Menurutnya, ada daerah yang memiliki UMP sekitar Rp 1,7 juta saja namun ada pula yang sampai Rp 4 juta lebih. Akibatnya, dikhawatirkan akan ada eksodus investor ke provinsi lain, bahkan mungkin hingga negara lain. "Jadi jangan disamaratakan dulu," kata dia.
Rosan menilai, jika setiap daerah menggunakan formula yang sama, maka gap atau selisih UMP antar daerah akan semakin jauh. Sedangkan, produktivitas pekerja sama. "Itu juga yang kita beri masukan ke pemerintah, mungkin kenaikan itu jangan sama dulu semua."