TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional atau DJSN Tubagus Achmad Choesni menyatakan penyesuaian iuran JKN yang dikelola BPJS Kesehatan bakal diberlakukan dua tahun lagi. Hal ini sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 tentang JKN, DJSN wajib melakukan peninjauan besaran iuran program JKN tersebut.
Pasal 38 dari beleid itu mengatur bahwa peninjauan besaran iuran harus dilakukan tiap dua tahun. Oleh karena itu, Choesni menyebutkan, pihaknya akan meninjau besaran iuran pada 2022, atau dua tahun setelah besaran iuran baru berlaku. "Kami akan usulkan (penyesuaian iuran). Tapi kami juga kan lihat itu (pada 2022) sudah waktunya (iuran disesuaikan kembali) apa enggak," ucapnya, Selasa, 5 November 2019. "Kami review dulu, baru kami usulkan penyesuaian iuran setelahnya."
Apabila besaran iuran yang berlaku mulai awal tahun 2020 bisa tetap menunjang berjalannya program JKN per 2022, menurut Choesni, maka tidak perlu adanya penyesuaian iuran. Namun, menjadi kewajiban bagi DJSN untuk melakukan peninjauan setiap dua tahun. "Yang penting kami review. Soalnya pemerintah bilang mungkin (besaran iuran) itu (bertahan) untuk lebih dari 2 tahun," katanya.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris sebelumnya menyatakan bahwa penyesuaian iuran melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan dapat menjaga sustainabilitas BPJS Kesehatan hingga 2024. Ia optimistis dengan besaran iuran yang berlaku tahun depan, kondisi keuangan BPJS Kesehatan akan membaik.
Bahkan, dia pun menjamin persoalan defisit akan tuntas dalam lima tahun seiring berlakunya besaran iuran yang baru itu. "Selesai, dalam 5 tahun ke depan tidak ada defisit lagi," ujar Fachmi pada Jumat pekan lalu.
Fachmi optimistis bahwa berlakunya beleid tersebut akan memperbaiki arus kas BPJS Kesehatan sehingga pembayaran klaim layanan kesehatan ke rumah sakit lebih lancar. Hal tersebut menurutnya membuat rumah sakit daoat memprediksi, mempersiapkan, dan mengembangkan kapasitasnya.
BISNIS